BAB 1
PENDAHULUAN
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang muncul
dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran teologi dalam
Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada sejak timbulnya persoalan
siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah. Dalam persoalan ini
Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah
adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan
harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya.
Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak
timbulnya peristiwa tahkim (arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah
aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman dan
kafir dengan Imam, atau dengan kata lain ketaatan pada seorang Imam merupakan
tolok ukur beriman tidaknya seseorang, di samping paham mereka bahwa Imam
merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.
Dalam
makalah ini kami menjabarkan bagian bagian dari syi’ah yaitu zaidiyah.
Apa itu zaidiyah dan bagaimana asal-usulnya serta apa saja pokok-pokok ajarannya? Insya
Allah akan kami ketengahkan dalam makalah ini. Makalah ini juga memuat pembahasan tentang
bagaimana aliran zaidiyah dapat berdiri dan penjelasan tentang aliran ini serta
pendiri pendirinya, serta mengapa Zaidiyah dianggap kelompok yang moderat dalam tubuh Syi’ah.
BAB 2
PEMBAHASAN
Kronologi muculnya
aliran Syi’ah Zaidiyah, dimulai sejak peristiwa Karbala. Dengan meninggalnya
Husain pada tanggal 10 Muharram 68 H (687 M), maka timbullah perpecahan.
Mayoritas dari penganut Syi'ah, mengangkat ‘Ali Zain al-Abidin al-Sajjad (putera
Husain) sebagai imam keempat. Sementara sebagian kecil dari mereka ada yang
memilih Muhammad bin Hanafiah sebagai imam keempat. Kelompok terakhir ini
disebut dengan Kaisaniyah.
Sepeninggal imam
al-Sajjad (94 H), terjadi lagi perpecahan. Ada kelompok yang memilih Muhammad al-Baqir
(putera al-Sajjad) sebagai imam kelima. Sementara itu ada pula kelompok yang
memilih Zaid al-Syahid (putera al-Sajjad lainnya) sebagai imam kelima. Kelompok
terakhir ini disebut dengan Syi’ah Zaidiyah, karena dinisbahkan kepada Zaid bin
‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 80 H di
Madinah dan wafat pada tahun 122 H.Syi’ah Zaidiyah adalah para pengikut Zaid
bin Ali As-Sajjad a.s. Pada tahun 121 H., ia mengadakan pemberontakan terhadap
Hisyam bin Abdul Malik, salah seorang khalifah dinasti Bani Umaiyah.
Pada tahun 121 H (737
M), Zaid memberontak kepada khalifah Hisyam bin ‘Abd al-Malik (dari Dinasti Bani
Umayyah), dan sekelompok masyarakat yang
menyatakan bai’at kepadanya. Dalam pemberontakan tersebut,
Zaid tewas di tangan pasukan khalifah.
Dalam perjalanan
selanjutnya, Syi’ah Zaidiyah selalu mengalami tekanan dari pihak penguasa.
Yahya bin Zaid yang diangkat sebagai imam keenam, memberontak kepada Khalifah
Walid bin Yazid, yang pada akhirnya tewas. Setelah Yahya, Muhammad bin ‘Abd
Allah dan Ibrahim bin ‘Abd Allah, mengangkat senjata melawan khalifah
‘Abbasiyyah, Manshur al-Dawaniqi, yang juga terbunuh.
Untuk beberapa waktu,
Syi’ah Zaidiyah mengalami kegoncangan hingga munculnya Nazhir al-Urusy, salah
seorang dari putra saudara Zaid di Khurasan. Oleh karena dikejar-kejar oleh
penguasa, maka ia lari ke Mazandran (Tibristan) yang penduduknya belum bergama
Islam. Setelah 13 tahun berdakwah, ia berhasil menarik sebagian besar
penduduknya memeluk agama Islam yang beraliran Syi‘ah Zaidiyah. Kemudian pada
tahun 301 H (913 M), dengan dukungan pengikutnya, ia berhasil menaklukkan
daerah Mazandaran dan mengangkat dirinya sebagai imam.
Menurut ‘Ali ‘Abd
al-Wahid Wafi, Syi’ah Zaidiyah adalah mazhab terbesar di Yaman Utara. Imam yang
diikutinya adalah Yahya Hamid al-Din, salah seorang khalifah yang diyakininya
sebagai keturunan Zaid. Selanjutnya keimaman itu berpindah kepada puteranya
Ahmad, kemudian kepada puteranya al-Badr. Sampai saat ini, mayoritas penduduk
Yaman Utara adalah pengikut Syi’ah
Zaidiyah, terutama dari golongan terkemuka.
Menurut keyakinan
mazhab Zaidiyah, setiap orang yang berasal dari keturunan Fathimah Az-Zahra`
a.s., alim, zahid, dermawan dan pemberani untuk menentang segala manifetasi
kelaliman, bisa menjadi imam. Syi’ah Zaidiyah menggabungkan dua ajaran dalam
mazhabnya. Dalam bidang ushuluddin ia menganut paham Mu’tazilah dan dalam
bidang furu’uddin ia menganut paham Hanafiah
Sekte Zaidiyah
Sekte ini mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin
Husein Zainal Abidin sebagai pemimpin setelah Husein bin Ali wafat. Dalam Syiah
Zaidiyah, seseorang dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria.
Kelima kriteria itu adalah keturunan Fatimah binti Muhammad saw.,
berpengetahuan luas tentang agama, hidupnya hanya untuk beribadah, berjihad di
jalan Allah dengan mengangkat senjata, dan berani. selain itu, sekte ini
mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Disebut juga Lima Imam; dinamakan
demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin
Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga
khalifah sebelum ‘Ali tidak sah. Menurut penyelidikan Abu Zahrah sebagaimana
yang dikutip oleh Harun Nasution, dikatakan bahwa: Metode dan pendapat-pendapat
hukum yang tertulis dalam karyanya tidak berbeda jauh dengan metode dan
pendapat para ulama madzhab Sunni 1.
Urutan imam mereka yaitu :
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5. Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.
Sekte ini
juga telah mampu mendirikan negara dengan pimpinan imam. Atau bisa dinamakan
dengan negara Zaidiyah. Pertama di wilayah Dailam, arah selatan lautan Khazar pada tahun 250 H,
oleh Hasan bin Zaid. Yang kedua adalah di Yaman, didirikan oleh al Hadi ilal
Haqq Yahya bin Husein. Negara yang kedua ini berumur panjang, dan baru berakhir
pada tahun 1962 M, dengan digantikan oleh negara Republik Yaman dan kini banyak
kabar bahwa pengikut sekte ini berpindah ke manhaj Salafi.
Dalil-dalil yang
digunakan Sekte Zaidiyah dalam menetapkan hukum :
·
Al-Qur’an
Sama seperti para Imam madzhab
Sunni, madzhab Zaidiyah ini juga menempatkan Al-Qur’an sebagai dalil pertama
dan sumber utama dalam kajian hukum Islam.
·
As-Sunnah
As-Sunnah ini tidak hanya
terbatas pada periwayatan yang berasal dari ahlul bait saja seperti dalam
madzhab Syar’i yang lain, akan tetapi mencakup semua periwayatan yang dapat
diterima.
·
Ijma’
Sahabat
Imam Zaidi mengakui Ijma’ sahabat
sebagai sumber hukum Islam, karena itu, meski beliau merasa bahwa kakeknya,
Ali, lebih pantas menjadi pemimpin daripada Abu Bakar, Umar, dan Utsman,
penerimaan secara bulat atas kekhalifahan mereka oleh para sahabat, menurutnya,
membuatnya terikat secara hukum.
·
Al-Qiyas,
al-Istihsan, dan al-Istishlah
Para pengikut madzhab ini
berpandangan bahwa prinsip al-Istihsan dan al-Istislah merupakan bagian dari
apa yang disebut al-qiyas dalam madzhab-madzhab yang lain
Menurut madzhab ini,
ijtihad tetap terbuka dan tidak ada istilah pintu ijtihad telah tertutup
POKOK-POKOK
AJARAN SYI’AH ZAIDIYAH
Dalam ajaran Syi’ah Zaidiyah, tidak mengakui paham ishmah,
yaitu keyakinan bahwa para imam dijamin oleh Allah dari perbuatan salah,
lupa dan dosa. Mereka juga menolak paham rajaah (seorang imam akan
muncul sesudah bersembunyi atau mati), paham mahdiyah (seorang imam yang
bergelar al-Mahdi akan muncul untuk mengambangkan keadilan dan memusnahkan
kebatilan), dan paham taqiyah (sikap kehati-hatian dengan menyembunyikan
identitas di depan lawan).
Dari segi ushul atau prinsip-prinsip umum
Islam, ajaran Syi’ah Zaidiyah mengikuti jalan yang dekat dengan paham
Mu’tazilah atau paham rasionalis. Adapun dari segi furu’ atau masalah
hukum dan lembaga-lembaganya, mereka menerapkan fikih Hanafi (salah satu mazhab
fikih dari golongan
Sunni). Karenanya, dalam hal nikah mut’ah mereka mengharamkannya, meskipun
pada awal Islam nikah itu pernah dibolehkan namun telah dibatalkan. Dewasa ini,
fikih Syi’ah Zaidiyah termasuk fikih yang diajarkan di Universitas al-Azhar.
ALIRAN-ALIRAN SYI’AH
ZAIDIYAH
Syi’ah Zaidiyah terpecah ke beberapa sekte. Mayoritas sekte tersebut telah pun
punah. Dan yang tinggal hanyalah beberapa kumpulan Zaidiyah di utara dan
selatan Yaman, Hijaz (Saudi Arabia), dan Emirat Arab (UEA).
Imam Ibrahim Tababa bin Ismail bin Ibrahim bin Hasan at-Tsani adalah pendiri
pertama kepemimpinan Zaidiyah di Yaman, dan diakhiri oleh imam terakhir
Zaidiyah, yaitu imam Badar Ahmad bin Yahya bin Hamiduddin. Ia berasal dari
keluarga Zaidiyah dari keturunan Hamiduddin. Beliau memangku otoritas keagamaan
dan politik di Yaman utara. Dan ia diisolasi setelah terjadinya peristiwa
kudeta militer. Dan dengan kejadian itu, ia terpaksa meninggalkan Yaman menuju
Arab Saudi, dan kemudian ia sekeluarga pindah ke Inggris dan menetap disana.
Para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan jumlah sekte-sekte Syi’ah
Zaidiyah, seperti dibawah ini:
1) Menurut Imam Ahmad
bin Yahya al-Murtadha (w. 840 H), Zaidiyah terbagi kepada dua sekte, yaitu:
Garudia dan Batriah .
2) Al-Razi membagi
Zaidiyah kepada tiga sekte, yaitu: Garudia, Sulaimaniyah dan Shalihiyyah.
3) al-Noboukhti
al-Itsna'asyariyah (w. 332 H) membagi Syi'ah Zaidiyah kepada empat sekte,
yaitu: al-Sarhobiyyah (Garudia), al-‘Ajliyyah, al-Butriyyah dan al-Husainiyyah
.
4) Imam Yahya bin
Hamzah (w. 749 H), membagi Syi'ah Zaidiyah kepada lima sekte, yaitu: Garudia,
Shalihiyyah, Butriyyah, ‘Aqbiyyah dan Shahabiyyah.
5) Imam Asy'ari
membagi sekte Syi’ah Zaidiyyah kepada enam, yaitu: Garudia, Sulaimaniyyah,
Batriyyah, Nu’aimiyyah, Ya’qubiyyah, dan ia tidak menyebutkan nama sekte yang
keenam.
6) Imam al-Isfarayeni
setuju dengan pembagian imam Asy’ari pada pembagian tiga pertama saja, dan
penamaan di ubahnya dengan: Jaririyyah dan Batriyah..
7) Imam Syahrastani
setuju dengan ketiga pembagian tersebut, namun ia menggabungkan sekte
Shalihiyyah dan Batriyyah dalam satu sekte.
8) Qadhi Abdul Jabbar
menyetujui pembagian imam Asy’ari pada ketiga pembagian pertama yaitu:
Garudiyyah, Sulaimaniyah dan Batriyyah, dan sisanya adalah sekte Yamaniyyah,
Shahibiyyah dan ‘Aqbiyyah.
Dari beberapa fakta diatas, ditambah uraian sejarawan dan ulama, maka dapat
disimpulkan bahwa sekte terpopuler Syi’ah Zaidiyah ada tiga. Hal ini dipaparkan
oleh salah satu ulama Zaidiyyah, yaitu Imam Ahmad as-Syarafiy (w. 1055 H). Ia
menegaskan bahwa: "Syi’ah Zaidiyah terpecah kepada tiga golongan, yaitu:
Batriyah, Jaririyah, dan Garudiyah. Dan konon ada yang membagi sekte Zaidiyah
kepada: Shalihiyah, Sulaimaniyah dan Jarudiyah. Dan pandangan Shalihiyah pada
dasarnya sama dengan pandangan Batriyyah. Dan sekte Sulaymaniyah sebenarnya
adalah Jarririyah. Jadi ketiga sekte tersebut merupakan golongan-golongan
Syi’ah Zaidiyyah pada era awa. Dan ketiga sekte inipun tidak berafiliasi kepada
keturunan Ahlu Bait sama sekali. Dan mereka hanyalah sekedar penyokong berat
imam Zaid ketika terjadi revolusi melawan Bani Umayah, dan mereka ikut
berperang bersama imam Zaid".
Menurut pendapat Dr. Samira Mukhtar al-Laitsi dalam bukunya (Jihad as-Syi’ah),
ketiga sekte tersebut merupakan golongan Syi'ah Zaidiyyah di masa pemerintahan
Abbasiah. Dan meyoritas dari mereka ikut serta dalam revolusi imam Zaid. Dan ketiga
sekte tersebut dianggap paling progresif dan popular serta berkembang pesat
pada masa itu. Dan setelah abad kedua, gerakan Syi'ah Zaidiyah yang nampak di
permukaan hanyalah sekte Garudiyah. Hal ini disebabkan karena tidak
ditemukannya pandangan-pandangan yang dinisbahkan kepada sekte Syi'ah Zaidiyah
lainnya. Adapun dalam perkembangannya, para pengikut Zaidiyah Yaman terpecah
kepada dua golongan, yaitu: Husainiyah dan Mukhtari’ah Matrafiyah. Sementara
Syi'ah Zaidiyah pada abad keempat hijriah yang berdomisili di wiliyah Jail dan
Daylam berpecah juga kepada dua golongan, yaitu: Qasimiyah dan Nashiriyah. Dan
penamaan keduanya mengikut kepada dua imam mereka masing-masing yaitu: al-Qasim
ar-Rasy dan an-Nashir al-Atrusy.
Demikianlah paparan para sejarawan islam tentang denominasi sekte-sekte Syi’ah
Zaidiyah yang pada garis besarnya terdiri dari:
1) Zaidiyah
Garudiyah.
2) Zaidiyah Batriyah.
3) Zaidiyah
Sulaimaniyah atau dikenal sebagai Zaidiyah Jaririyah.
Dan penulis menegaskan kembali bahwa Syi’ah Zaidiyah merupakan golongan Syi’ah
yang sangat moderat dan terbuka bagi aliran-aliran lain dalam Islam, di mana
Zaidiyah menganggap perlunya kontinuitas ijtihad. Dalam artian, pintu ijtihad
harus dibuka selebar-lebarnya. Sebab menurut imam Syaukani: "Seseorang
yang hanya mengandalkan taqlid (mengikut pandangan tertentu) seumur hidupnya
tidak akan pernah bertanya kepada sumber asli yaitu “Qur’an dan Hadits”, dan ia
hanya bertanya kepada pemimpin mazhabnya. Dan orang yang senantiasa bertanya
kepada sumber asli Islam tidak dikatagorikan sebagai Muqallid (pengikut)".
Berdasarkan atas pentingnya ijitihad, maka bagi Syi’ah Zaidiyah bertaqlid
hukumnya haram bagi siapa saja yang mampu mencapai tingkatan mujtahid, sebab ia
diwajibkan untuk melakukan ijtihad demi mencari nilai kebenaran.
Dalam penilaian syekh Abu Zuhrah, Syi’ah Zaidiyah pada hakikatnya memberikan
pilihan bebas kepada penganutnya untuk memakai pandangan mazhab-mazhab islam
lainnya, dengan cara memilih pandangan yang sesuai dengan bukti atau dalil. Dan
dalil tersebut tidak bertentangan dengan pegangan umum yang disepakati oleh
Syi'ah Zaidiyah. Dan sikap mereka sebenarnya merealisasikan ucapan para
imam-imam mazhab yang mengatakan: “Tidak sah bagi seseorang mememakai pendapat
kami, kecuali ia tahu sendiri sumber aslinya (Qur"an dan Sunnah“. Dengan
konsep keterbukaan ijtihad inilah yang membuat Syi’ah Zaidiyah kaya akan
pandangan dan pemikiran agama. sehingga ada sebagian dari ulama mereka yang
ditemukan menganut corak berpikir golongan lain.
Disamping
itu, perlu dicatat bahwa Syi’ah secara umum tercatat dalam sejarah politik
Islam senantiasa memasang sikap oposisi terhadap pemerintah. Dan cara
oposisinya bervariasai antara satu dengan yang lainnya. Kalau Syi’ah Zaidiyah,
sikap oposisi mereka secara terang-terangan, atau dalam istilah mereka dikenal
dengan “al-Khuruj”. atau frontal, dan bila perlu melakukan revolusi secara
besar-besaran. Namun berbeda dengan golongan Syi’ah lainnya (Imamiyah dan
Isma’ilyah). Mereka memilih oposisi dengan cara rahasia, alias gerakan bawah
tanah (tersembunyi), atau dalam istilah mereka dikenal sebagai “Taqiyah”, atau
diam-diam, tak mendeklarasikan diri dan identitas asli.
.
Pandangan Zaidiyah tentang
Imamah dan Ajaran lainnya
Syi’ah Zaidiyah, memiliki pandangan
tersendiri tentang imamah dan ajaran lainnya. Pandangan-pandangan yang dipegang
oleh Zaidiyah banyak berbeda dengan paham-paham sekte Syi’ah lainnya :
a. Wishayah
Menurut mereka imamah itu tidak melaui nash
dan wasiat dari imam yang mangkat kepada imam yang datang sesudahnya (bukan
jabatan warisan). Hal ini, karena mereka menilai bahwa nabi Muhammad tidak
menunjuk Ali dengan menyebut namanya, tetapi hanya dengan mendeskripsikannya.
Dan Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi tersebut, karena itulah mereka
mengatakan Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada sahabat yang lain. Mereka
membolehkan adanya yang mafdhul di samping adanya imam yang afdhal, yaitu Ali.
Berdasarkan konsep ini, mereka memandang Abu Bakar, Umar bin khatab, dan Usman
bin Affan adalah sah sebagai khalifah, yang memenuhi syarat menjadi imam
sepeninggal Nabi. sekalipun Ali lebih utama (Afdhal) menurut mereka.
b. Imamah
Dalam pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah
tidak cukup hanya dari keturunan fatimah saja, tetapi harus melalui dua jalan.
Yang pertama, imam harus memunculkan dan memproklamirkan dirinya, kedua ini
harus mendapat al-bai’at (persetujuan) dari ahl al-hal wa al-aqd.
Pandangan moderat lainnya tentang imamah adalah bahwa imam itu tidak boleh
kanak-kanak, dan tidak pula bersikap ghaib. Ia harus mempunyai kemampuan dalam
memimpin perang suci, mempertahankan masyarakat, dan seorang mujtahid. Bagi
Zaidiyah, imam mungkin saja lebih dari satu pada satu waktu, namun pada tempat
yang berbeda. Ketaatan kepada imam hanya dalam kebaikan dan ketetapan pada
Allah.
c. Ismah (Ma’sum)
Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian
imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya orang
biasa yang mungkin melakukan kesalahan. Namun sebagian kaum zaidiyah ada yang
mensucikan empat orang dari keluarga ahlul bait, yaitu Ali bin Abi Thalib,
Fatimah, Hasan dan Husain.
d. Raj’ah (kehadiran Imam)
Syi’ah zaidiyah menolak ketidakahadiran
Imam, karena ahlul hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya
calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam
merupakan syarat utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang
keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti.
e. Iman dengan Qada dan Qadar
Mereka mempercayai qada dan qadar, namun
manusia juga mempunyai kebebasan dan pilihan untuk taat atau durhaka kepada
Allah.
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa Zaidiyah adalah kelompok yang moderat
dalam tubuh Syi’ah. Mereka sangat terpengaruh dengan filsafat Mu’tazilah,
terutama pemikiran Wasil bin ‘Atha yang terlihat jelas pada penempatan rasio
pada tempat yang tinggi dan memberi peran penting pada rasio untuk memperoleh
dalil. Pengaruh Mu’tazilah terlihat pada keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat dan al-Qur’an itu makhluk serta mereka tidak menerima taqdir dengan
begitu saja. Dalam pelaksanaan hukum Islam, Zaidiyah tidak membenarkan
perkawinan campuran dan tidak memakan sembelihan orang yang bukan Islam, serta
tidak mau shalat di belakang orang yang tidak diketahui kesalehannya.
Seperti halnya perpecahan yang umum terjadi
dalam tubuh Syi’ah, demikian juga yang terjadi dengan Syi’ah Zaidiyah, yang
terpecah ke berbagai kelompok. Al-Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa
al-Nihal menyebutkan tiga, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, dan Butriyah.
Sementara Abu al-Hasan Isma’il al-As’ari dalam bukunya Maqalat al-Islamiyah wa
l-ikhtilaf al-Mushallin menyebutkan lima, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah,
Butriyah, Naimiyah, dan Yaqubiyah.
BAB 3
KESIMPULAN
Syiah Zaidiyyah termasuk daripada firqah yang
terkeluar daripada Ahli Sunnah kerana perbedaannya dengan ahli Sunnah dalam
masalah Akidah dan condongnya mereka kepada akidah muktazilah,namun mereka jika
dibandingkan dengan Imamiah lebih dekat dengan Ahli Sunnah.Ulama` Hadist Yaman
Syeikhuna Yahya Al-Hajurri hafizahullah juga pernah menyatakan bahawa
kebanyakan Syiah hari ini yang mendakwa dan menisbahkan diri mereka adalah
Zaidiyyah sebenarnya sudah terpengaruh dengan Akidah Imamiah Rafidhah,hal ini
terbukti dengan realita yang berlaku di Yaman,namun kita tidak menafikan masih
ada mereka yang berpegang dengan Zaidiyyah terutama di Yaman,namun
kebanyakannya sudah terpengaruh dengan akidah Syiah Imamiah atau Rafidhah atau
dikenali juga dengan Al-Jarudiyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar