Sabtu, 04 Mei 2013

Zaidiyyah


BAB 1
PENDAHULUAN

       Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran yang muncul dikarenakan politik dan seterusnya berkembang menjadi aliran teologi dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada sejak timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah. Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta keturunan-keturunannya. Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahkim (arbitrase). Sementara Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan Imam, atau dengan kata lain ketaatan pada seorang Imam merupakan tolok ukur beriman tidaknya seseorang, di samping paham mereka bahwa Imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.

      Dalam makalah ini kami menjabarkan bagian bagian dari syi’ah yaitu zaidiyah.
Apa itu zaidiyah dan bagaimana asal-usulnya serta apa saja pokok-pokok ajarannya? Insya Allah akan kami ketengahkan dalam makalah ini. Makalah ini juga memuat pembahasan tentang bagaimana aliran zaidiyah dapat berdiri dan penjelasan tentang aliran ini serta pendiri pendirinya, serta mengapa  Zaidiyah dianggap kelompok yang moderat dalam tubuh Syi’ah.





BAB 2
PEMBAHASAN


Kronologi muculnya aliran Syi’ah Zaidiyah, dimulai sejak peristiwa Karbala. Dengan meninggalnya Husain pada tanggal 10 Muharram 68 H (687 M), maka timbullah perpecahan. Mayoritas dari penganut Syi'ah, mengangkat ‘Ali Zain al-Abidin al-Sajjad (putera Husain) sebagai imam keempat. Sementara sebagian kecil dari mereka ada yang memilih Muhammad bin Hanafiah sebagai imam keempat. Kelompok terakhir ini disebut dengan Kaisaniyah.
Sepeninggal imam al-Sajjad (94 H), terjadi lagi perpecahan. Ada kelompok yang memilih Muhammad al-Baqir (putera al-Sajjad) sebagai imam kelima. Sementara itu ada pula kelompok yang memilih Zaid al-Syahid (putera al-Sajjad lainnya) sebagai imam kelima. Kelompok terakhir ini disebut dengan Syi’ah Zaidiyah, karena dinisbahkan kepada Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 80 H di Madinah dan wafat pada tahun 122 H.Syi’ah Zaidiyah adalah para pengikut Zaid bin Ali As-Sajjad a.s. Pada tahun 121 H., ia mengadakan pemberontakan terhadap Hisyam bin Abdul Malik, salah seorang khalifah dinasti Bani Umaiyah.
Pada tahun 121 H (737 M), Zaid memberontak kepada khalifah Hisyam bin ‘Abd al-Malik (dari Dinasti Bani Umayyah), dan sekelompok masyarakat yang menyatakan bai’at kepadanya. Dalam pemberontakan tersebut, Zaid tewas di tangan pasukan khalifah.
Dalam perjalanan selanjutnya, Syi’ah Zaidiyah selalu mengalami tekanan dari pihak penguasa. Yahya bin Zaid yang diangkat sebagai imam keenam, memberontak kepada Khalifah Walid bin Yazid, yang pada akhirnya tewas. Setelah Yahya, Muhammad bin ‘Abd Allah dan Ibrahim bin ‘Abd Allah, mengangkat senjata melawan khalifah ‘Abbasiyyah, Manshur al-Dawaniqi, yang juga terbunuh.
Untuk beberapa waktu, Syi’ah Zaidiyah mengalami kegoncangan hingga munculnya Nazhir al-Urusy, salah seorang dari putra saudara Zaid di Khurasan. Oleh karena dikejar-kejar oleh penguasa, maka ia lari ke Mazandran (Tibristan) yang penduduknya belum bergama Islam. Setelah 13 tahun berdakwah, ia berhasil menarik sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam yang beraliran Syi‘ah Zaidiyah. Kemudian pada tahun 301 H (913 M), dengan dukungan pengikutnya, ia berhasil menaklukkan daerah Mazandaran dan mengangkat dirinya sebagai imam.
Menurut ‘Ali ‘Abd al-Wahid Wafi, Syi’ah Zaidiyah adalah mazhab terbesar di Yaman Utara. Imam yang diikutinya adalah Yahya Hamid al-Din, salah seorang khalifah yang diyakininya sebagai keturunan Zaid. Selanjutnya keimaman itu berpindah kepada puteranya Ahmad, kemudian kepada puteranya al-Badr. Sampai saat ini, mayoritas penduduk Yaman Utara adalah pengikut Syi’ah Zaidiyah, terutama dari golongan terkemuka.
Menurut keyakinan mazhab Zaidiyah, setiap orang yang berasal dari keturunan Fathimah Az-Zahra` a.s., alim, zahid, dermawan dan pemberani untuk menentang segala manifetasi kelaliman, bisa menjadi imam. Syi’ah Zaidiyah menggabungkan dua ajaran dalam mazhabnya. Dalam bidang ushuluddin ia menganut paham Mu’tazilah dan dalam bidang furu’uddin ia menganut paham Hanafiah

Sekte Zaidiyah

Sekte ini mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin sebagai pemimpin setelah Husein bin Ali wafat. Dalam Syiah Zaidiyah, seseorang dapat diangkat sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria. Kelima kriteria itu adalah keturunan Fatimah binti Muhammad saw., berpengetahuan luas tentang agama, hidupnya hanya untuk beribadah, berjihad di jalan Allah dengan mengangkat senjata, dan berani. selain itu, sekte ini mengakui kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Disebut juga Lima Imam; dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum ‘Ali tidak sah. Menurut penyelidikan Abu Zahrah sebagaimana yang dikutip oleh Harun Nasution, dikatakan bahwa: Metode dan pendapat-pendapat hukum yang tertulis dalam karyanya tidak berbeda jauh dengan metode dan pendapat para ulama madzhab Sunni 1.

Urutan imam mereka yaitu :

1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin

2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba

3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid

4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin

5. Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.

Sekte ini juga telah mampu mendirikan negara dengan pimpinan imam. Atau bisa dinamakan dengan negara Zaidiyah. Pertama di wilayah Dailam, arah selatan lautan Khazar pada tahun 250 H, oleh Hasan bin Zaid. Yang kedua adalah di Yaman, didirikan oleh al Hadi ilal Haqq Yahya bin Husein. Negara yang kedua ini berumur panjang, dan baru berakhir pada tahun 1962 M, dengan digantikan oleh negara Republik Yaman dan kini banyak kabar bahwa pengikut sekte ini berpindah ke manhaj Salafi.

Dalil-dalil yang digunakan Sekte Zaidiyah dalam menetapkan hukum :
·         Al-Qur’an
Sama seperti para Imam madzhab Sunni, madzhab Zaidiyah ini juga menempatkan Al-Qur’an sebagai dalil pertama dan sumber utama dalam kajian hukum Islam.
·         As-Sunnah
As-Sunnah ini tidak hanya terbatas pada periwayatan yang berasal dari ahlul bait saja seperti dalam madzhab Syar’i yang lain, akan tetapi mencakup semua periwayatan yang dapat diterima.
·         Ijma’ Sahabat
Imam Zaidi mengakui Ijma’ sahabat sebagai sumber hukum Islam, karena itu, meski beliau merasa bahwa kakeknya, Ali, lebih pantas menjadi pemimpin daripada Abu Bakar, Umar, dan Utsman, penerimaan secara bulat atas kekhalifahan mereka oleh para sahabat, menurutnya, membuatnya terikat secara hukum.
·         Al-Qiyas, al-Istihsan, dan al-Istishlah
Para pengikut madzhab ini berpandangan bahwa prinsip al-Istihsan dan al-Istislah merupakan bagian dari apa yang disebut al-qiyas dalam madzhab-madzhab yang lain

Menurut madzhab ini, ijtihad tetap terbuka dan tidak ada istilah pintu ijtihad telah tertutup
POKOK-POKOK AJARAN SYI’AH ZAIDIYAH
Dalam ajaran Syi’ah Zaidiyah, tidak mengakui paham ishmah, yaitu keyakinan bahwa para imam dijamin oleh Allah dari perbuatan salah, lupa dan dosa. Mereka juga menolak paham rajaah (seorang imam akan muncul sesudah bersembunyi atau mati), paham mahdiyah (seorang imam yang bergelar al-Mahdi akan muncul untuk mengambangkan keadilan dan memusnahkan kebatilan), dan paham taqiyah (sikap kehati-hatian dengan menyembunyikan identitas di depan lawan).

Dari segi ushul atau prinsip-prinsip umum Islam, ajaran Syi’ah Zaidiyah mengikuti jalan yang dekat dengan paham Mu’tazilah atau paham rasionalis. Adapun dari segi furu’ atau masalah hukum dan lembaga-lembaganya, mereka menerapkan fikih Hanafi (salah satu mazhab fikih dari golongan Sunni). Karenanya, dalam hal nikah mut’ah mereka mengharamkannya, meskipun pada awal Islam nikah itu pernah dibolehkan namun telah dibatalkan. Dewasa ini, fikih Syi’ah Zaidiyah termasuk fikih yang diajarkan di Universitas al-Azhar.




ALIRAN-ALIRAN SYI’AH ZAIDIYAH
     Syi’ah Zaidiyah terpecah ke beberapa sekte. Mayoritas sekte tersebut telah pun punah. Dan yang tinggal hanyalah beberapa kumpulan Zaidiyah di utara dan selatan Yaman, Hijaz (Saudi Arabia), dan Emirat Arab (UEA).
     Imam Ibrahim Tababa bin Ismail bin Ibrahim bin Hasan at-Tsani adalah pendiri pertama kepemimpinan Zaidiyah di Yaman, dan diakhiri oleh imam terakhir Zaidiyah, yaitu imam Badar Ahmad bin Yahya bin Hamiduddin. Ia berasal dari keluarga Zaidiyah dari keturunan Hamiduddin. Beliau memangku otoritas keagamaan dan politik di Yaman utara. Dan ia diisolasi setelah terjadinya peristiwa kudeta militer. Dan dengan kejadian itu, ia terpaksa meninggalkan Yaman menuju Arab Saudi, dan kemudian ia sekeluarga pindah ke Inggris dan menetap disana.
     Para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan jumlah sekte-sekte Syi’ah Zaidiyah, seperti dibawah ini:
1) Menurut Imam Ahmad bin Yahya al-Murtadha (w. 840 H), Zaidiyah terbagi kepada dua sekte, yaitu: Garudia dan Batriah .
2) Al-Razi membagi Zaidiyah kepada tiga sekte, yaitu: Garudia, Sulaimaniyah dan Shalihiyyah.
3) al-Noboukhti al-Itsna'asyariyah (w. 332 H) membagi Syi'ah Zaidiyah kepada empat sekte, yaitu: al-Sarhobiyyah (Garudia), al-‘Ajliyyah, al-Butriyyah dan al-Husainiyyah .
4) Imam Yahya bin Hamzah (w. 749 H), membagi Syi'ah Zaidiyah kepada lima sekte, yaitu: Garudia, Shalihiyyah, Butriyyah, ‘Aqbiyyah dan Shahabiyyah.
5) Imam Asy'ari membagi sekte Syi’ah Zaidiyyah kepada enam, yaitu: Garudia, Sulaimaniyyah, Batriyyah, Nu’aimiyyah, Ya’qubiyyah, dan ia tidak menyebutkan nama sekte yang keenam.
6) Imam al-Isfarayeni setuju dengan pembagian imam Asy’ari pada pembagian tiga pertama saja, dan penamaan di ubahnya dengan: Jaririyyah dan Batriyah..
7) Imam Syahrastani setuju dengan ketiga pembagian tersebut, namun ia menggabungkan sekte Shalihiyyah dan Batriyyah dalam satu sekte.
8) Qadhi Abdul Jabbar menyetujui pembagian imam Asy’ari pada ketiga pembagian pertama yaitu: Garudiyyah, Sulaimaniyah dan Batriyyah, dan sisanya adalah sekte Yamaniyyah, Shahibiyyah dan ‘Aqbiyyah.
     Dari beberapa fakta diatas, ditambah uraian sejarawan dan ulama, maka dapat disimpulkan bahwa sekte terpopuler Syi’ah Zaidiyah ada tiga. Hal ini dipaparkan oleh salah satu ulama Zaidiyyah, yaitu Imam Ahmad as-Syarafiy (w. 1055 H). Ia menegaskan bahwa: "Syi’ah Zaidiyah terpecah kepada tiga golongan, yaitu: Batriyah, Jaririyah, dan Garudiyah. Dan konon ada yang membagi sekte Zaidiyah kepada: Shalihiyah, Sulaimaniyah dan Jarudiyah. Dan pandangan Shalihiyah pada dasarnya sama dengan pandangan Batriyyah. Dan sekte Sulaymaniyah sebenarnya adalah Jarririyah. Jadi ketiga sekte tersebut merupakan golongan-golongan Syi’ah Zaidiyyah pada era awa. Dan ketiga sekte inipun tidak berafiliasi kepada keturunan Ahlu Bait sama sekali. Dan mereka hanyalah sekedar penyokong berat imam Zaid ketika terjadi revolusi melawan Bani Umayah, dan mereka ikut berperang bersama imam Zaid".
     Menurut pendapat Dr. Samira Mukhtar al-Laitsi dalam bukunya (Jihad as-Syi’ah), ketiga sekte tersebut merupakan golongan Syi'ah Zaidiyyah di masa pemerintahan Abbasiah. Dan meyoritas dari mereka ikut serta dalam revolusi imam Zaid. Dan ketiga sekte tersebut dianggap paling progresif dan popular serta berkembang pesat pada masa itu. Dan setelah abad kedua, gerakan Syi'ah Zaidiyah yang nampak di permukaan hanyalah sekte Garudiyah. Hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya pandangan-pandangan yang dinisbahkan kepada sekte Syi'ah Zaidiyah lainnya. Adapun dalam perkembangannya, para pengikut Zaidiyah Yaman terpecah kepada dua golongan, yaitu: Husainiyah dan Mukhtari’ah Matrafiyah. Sementara Syi'ah Zaidiyah pada abad keempat hijriah yang berdomisili di wiliyah Jail dan Daylam berpecah juga kepada dua golongan, yaitu: Qasimiyah dan Nashiriyah. Dan penamaan keduanya mengikut kepada dua imam mereka masing-masing yaitu: al-Qasim ar-Rasy dan an-Nashir al-Atrusy.
     Demikianlah paparan para sejarawan islam tentang denominasi sekte-sekte Syi’ah Zaidiyah yang pada garis besarnya terdiri dari:
1) Zaidiyah Garudiyah.
2) Zaidiyah Batriyah.
3) Zaidiyah Sulaimaniyah atau dikenal sebagai Zaidiyah Jaririyah.
     Dan penulis menegaskan kembali bahwa Syi’ah Zaidiyah merupakan golongan Syi’ah yang sangat moderat dan terbuka bagi aliran-aliran lain dalam Islam, di mana Zaidiyah menganggap perlunya kontinuitas ijtihad. Dalam artian, pintu ijtihad harus dibuka selebar-lebarnya. Sebab menurut imam Syaukani: "Seseorang yang hanya mengandalkan taqlid (mengikut pandangan tertentu) seumur hidupnya tidak akan pernah bertanya kepada sumber asli yaitu “Qur’an dan Hadits”, dan ia hanya bertanya kepada pemimpin mazhabnya. Dan orang yang senantiasa bertanya kepada sumber asli Islam tidak dikatagorikan sebagai Muqallid (pengikut)". Berdasarkan atas pentingnya ijitihad, maka bagi Syi’ah Zaidiyah bertaqlid hukumnya haram bagi siapa saja yang mampu mencapai tingkatan mujtahid, sebab ia diwajibkan untuk melakukan ijtihad demi mencari nilai kebenaran.
     Dalam penilaian syekh Abu Zuhrah, Syi’ah Zaidiyah pada hakikatnya memberikan pilihan bebas kepada penganutnya untuk memakai pandangan mazhab-mazhab islam lainnya, dengan cara memilih pandangan yang sesuai dengan bukti atau dalil. Dan dalil tersebut tidak bertentangan dengan pegangan umum yang disepakati oleh Syi'ah Zaidiyah. Dan sikap mereka sebenarnya merealisasikan ucapan para imam-imam mazhab yang mengatakan: “Tidak sah bagi seseorang mememakai pendapat kami, kecuali ia tahu sendiri sumber aslinya (Qur"an dan Sunnah“. Dengan konsep keterbukaan ijtihad inilah yang membuat Syi’ah Zaidiyah kaya akan pandangan dan pemikiran agama. sehingga ada sebagian dari ulama mereka yang ditemukan menganut corak berpikir golongan lain.
     Disamping itu, perlu dicatat bahwa Syi’ah secara umum tercatat dalam sejarah politik Islam senantiasa memasang sikap oposisi terhadap pemerintah. Dan cara oposisinya bervariasai antara satu dengan yang lainnya. Kalau Syi’ah Zaidiyah, sikap oposisi mereka secara terang-terangan, atau dalam istilah mereka dikenal dengan “al-Khuruj”. atau frontal, dan bila perlu melakukan revolusi secara besar-besaran. Namun berbeda dengan golongan Syi’ah lainnya (Imamiyah dan Isma’ilyah). Mereka memilih oposisi dengan cara rahasia, alias gerakan bawah tanah (tersembunyi), atau dalam istilah mereka dikenal sebagai “Taqiyah”, atau diam-diam, tak mendeklarasikan diri dan identitas asli.
.
Pandangan Zaidiyah tentang Imamah dan Ajaran lainnya

      Syi’ah Zaidiyah, memiliki pandangan tersendiri tentang imamah dan ajaran lainnya. Pandangan-pandangan yang dipegang oleh Zaidiyah banyak berbeda dengan paham-paham sekte Syi’ah lainnya : 
a. Wishayah
      Menurut mereka imamah itu tidak melaui nash dan wasiat dari imam yang mangkat kepada imam yang datang sesudahnya (bukan jabatan warisan). Hal ini, karena mereka menilai bahwa nabi Muhammad tidak menunjuk Ali dengan menyebut namanya, tetapi hanya dengan mendeskripsikannya. Dan Ali lah orang yang tepat dengan deskripsi tersebut, karena itulah mereka mengatakan Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada sahabat yang lain. Mereka membolehkan adanya yang mafdhul di samping adanya imam yang afdhal, yaitu Ali. Berdasarkan konsep ini, mereka memandang Abu Bakar, Umar bin khatab, dan Usman bin Affan adalah sah sebagai khalifah, yang memenuhi syarat menjadi imam sepeninggal Nabi. sekalipun Ali lebih utama (Afdhal) menurut mereka. 

b. Imamah
      Dalam pandangan Syi’ah Zaidiyah, imamah tidak cukup hanya dari keturunan fatimah saja, tetapi harus melalui dua jalan. Yang pertama, imam harus memunculkan dan memproklamirkan dirinya, kedua ini harus mendapat al-bai’at (persetujuan) dari ahl al-hal wa al-aqd.
Pandangan moderat lainnya tentang imamah adalah bahwa imam itu tidak boleh kanak-kanak, dan tidak pula bersikap ghaib. Ia harus mempunyai kemampuan dalam memimpin perang suci, mempertahankan masyarakat, dan seorang mujtahid. Bagi Zaidiyah, imam mungkin saja lebih dari satu pada satu waktu, namun pada tempat yang berbeda. Ketaatan kepada imam hanya dalam kebaikan dan ketetapan pada Allah. 

c. Ismah (Ma’sum)
      Zaidiyah menolak prinsip tentang kesucian imam dari dosa yang besar dan dosa kecil, bagi mereka imam itu hanya orang biasa yang mungkin melakukan kesalahan. Namun sebagian kaum zaidiyah ada yang mensucikan empat orang dari keluarga ahlul bait, yaitu Ali bin Abi Thalib, Fatimah, Hasan dan Husain. 

d. Raj’ah (kehadiran Imam)
      Syi’ah zaidiyah menolak ketidakahadiran Imam, karena ahlul hal wa al-aqd hanya dapat memilih imam kalau seandainya calon imam itu ada di tengah mereka, atau menurut mereka kehadiran imam merupakan syarat utama. Oleh karena itu Zaidiyah tidak mengakui tentang keberadaan imam Mahdi yang akan keluar di akhir zaman nanti. 

e. Iman dengan Qada dan Qadar
      Mereka mempercayai qada dan qadar, namun manusia juga mempunyai kebebasan dan pilihan untuk taat atau durhaka kepada Allah.
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa Zaidiyah adalah kelompok yang moderat dalam tubuh Syi’ah. Mereka sangat terpengaruh dengan filsafat Mu’tazilah, terutama pemikiran Wasil bin ‘Atha yang terlihat jelas pada penempatan rasio pada tempat yang tinggi dan memberi peran penting pada rasio untuk memperoleh dalil. Pengaruh Mu’tazilah terlihat pada keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat dan al-Qur’an itu makhluk serta mereka tidak menerima taqdir dengan begitu saja. Dalam pelaksanaan hukum Islam, Zaidiyah tidak membenarkan perkawinan campuran dan tidak memakan sembelihan orang yang bukan Islam, serta tidak mau shalat di belakang orang yang tidak diketahui kesalehannya.
      Seperti halnya perpecahan yang umum terjadi dalam tubuh Syi’ah, demikian juga yang terjadi dengan Syi’ah Zaidiyah, yang terpecah ke berbagai kelompok. Al-Syahrastani dalam bukunya al-Milal wa al-Nihal menyebutkan tiga, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, dan Butriyah. Sementara Abu al-Hasan Isma’il al-As’ari dalam bukunya Maqalat al-Islamiyah wa l-ikhtilaf al-Mushallin menyebutkan lima, yaitu : Jarudiyah, Sulaimaniyah, Butriyah, Naimiyah, dan Yaqubiyah.






BAB 3
KESIMPULAN

Syiah Zaidiyyah termasuk daripada firqah yang terkeluar daripada Ahli Sunnah kerana perbedaannya dengan ahli Sunnah dalam masalah Akidah dan condongnya mereka kepada akidah muktazilah,namun mereka jika dibandingkan dengan Imamiah lebih dekat dengan Ahli Sunnah.Ulama` Hadist Yaman Syeikhuna Yahya Al-Hajurri hafizahullah juga pernah menyatakan bahawa kebanyakan Syiah hari ini yang mendakwa dan menisbahkan diri mereka adalah Zaidiyyah sebenarnya sudah terpengaruh dengan Akidah Imamiah Rafidhah,hal ini terbukti dengan realita yang berlaku di Yaman,namun kita tidak menafikan masih ada mereka yang berpegang dengan Zaidiyyah terutama di Yaman,namun kebanyakannya sudah terpengaruh dengan akidah Syiah Imamiah atau Rafidhah atau dikenali juga dengan Al-Jarudiyyah.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar