Kamis, 09 Mei 2013

MAKALAH AGAMA 2 (FIQIH) PUASA DAN PERMASALAHANNYA


MAKALAH AGAMA 2 (FIQIH)
PUASA DAN PERMASALAHANNYA

Disusun oleh :

KELOMPOK 5 :
1. BISMA OKMARIZAL / 11251102057
2. FIKRI UTRI AMRI / 11251101993


TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2013

KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini. Alhamdulillah, makalah ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya yang diberi judul “Puasa Dan Permasalahannya.”
            Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai puasa serta permasalahannya. Kami berharap makalah ini bisa menjadi sumber referensi bagi para pembaca terkait hal “Puasa dan Permasalaannya.”
            Kritik dan saran selalu kami terima untuk berbagai perbaikan demi makalah-makalah yang lebih baik dan agar makalah ini tidak menyampaikan yang salah. Kami mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangannya.
            Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala perbuatan yang kita lakukan. Amin.







Pekanbaru, 25 Februari 2013


Penyusun








DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................................ 3

BAB I  : PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
I.I LATAR BELAKANG……….................................................................................................................. 4


BAB II : PEMBAHASAN .......................................................................................................................... 5
II.I       PENGERTIAN PUASA .................................................................................................................. 5
II.II      MACAM MACAM PUASA ………………………..………………. ......................................... 10
II.III     HIKMAH – HIKMAH PUASA………………………………….. .............................................. 16

BAB III            : PENUTUP ………………….......................................................................................... 18
III.I KESIMPULAN……………................................................................................................................ 18
III.II SARAN……..……………................................................................................................................ 18


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 19





BAB I
PENDAHULUAN


I.I Latar Belakang


           
Pembahasan puasa sangat penting untuk dimunculkan. Mengingat banyaknya problematika atau permasalahan yang sering terjadi dikalangan masyarakat. Pertama dikalangan sosial yang mempunyai cita-cita modern. Karena itu kita sebagai generasi muda islam dituntut untuk memahami suatu hukum dengan cara hati-hati karena dewasa ini kita telah tahu non muslim telah menggunakan hal tersebut menjadi senjata ampuh untuk menyesatkan syariat Islam dan mengotori kesucian Al-Qur’an.

            Mereka melancarkan tuduhan, pelecehan dan sebagainya terhadap syariat islam. Sehingga kaum muslim terkecoh terhadap celaan-celaan terhadap syariat islam mengakibatkan banyak yang mengingkari adanya puasa dan membantah terhadap suatu kebenaran.

            Oleh karena itu, pandang kami perlu untuk menyusun sebuah makalah yang membahasa tentang puasa serta permasalahannya dan manfaat-manfaat atau hikmah-hikmah bagi orang muslim. Ibadah puasa banyak mengandung aspek sosial, karena lewat ibadah ini kaum muslimin ikut merasakan penderitaan orang lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya seperti yang lain. Ibadah puasa juga menunjukkan bahwa orang-orang beriman sangat patuh kepada Allah SWT. karena mereka mampu menahan makan atau minum dan hal-hal yang membatalkan puasa.










BAB II
PEMBAHASAN


II.I  PENGERTIAN PUASA

           
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi tentang  puasa, terlebih dahulu kita akan mempelajari pengertian puasa itu baik itu menurut bahasa maupun menurut istilah.
Secara etimologi (bahasa), makna puasa adalah menahan. Saumu menurut bahasa Arab menahan dari segala sesuatu seperti menahan tidur, menahan berbicara yang tidak bermanfaat, menahan makan dan sebagainya.  Dalam bahasa arab, orang yangdiam disebut dengan sha'im "orang yang berpuasa". Karena ia menahan diri dari pembicaraaan,seperti dalam firman Allah SWT. tentang Maryam :
Jika kamu melihat seorang manusia, katakanlah, "Sesungguhnya saya telah bernazar puasa untuk Allah yang Maha Pemurah, maka saya tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini. “(Maryam:26)
Menurut istilah agama islampuasa yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkan , satu hari lamanya, mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Firman Allah Swt. :
“ Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar ”
(Al-Baqarah : 187)
Syarat wajib puasa :
1.      Berakal. Orang yang gila tidak diwajibkan berpuasa.
2.      Balig (umur 15 tahun ke atas) atau adatanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa.
3.      Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tau atau sakit, maka tidak wajib berpuasa.
Firman Allah Swt. :

“Barang siapa sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka. Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu,”(Al-Baqarah: 185)

“Dan wajib bagi orang-orang yang berat mengerjakannya jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): member makan seorang miskin,” (Al-Baqarah: 184)


Syarat sah puasa :

1.      Islam. Orang yang bukan Islan tidak sah berpuasa.
2.      Mumayiz (dapat membedakan yang baik dngan yang tidak baik).
3.      Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan).
Orang yang haid ataupun nifas itu tidak sah berpuasa , tetapi keduanya wajib mengqada (membayar) puasa yang tertinggalitu secukupnya.
4.      Dalam waktu yang diperbolekan puasa padanya. Dilarang berpuasa pada dua hari raya dan hari Tasyriq (tanggal 11-12-13 bulan haji).


Fardu (rukun) puasa :

1.      Niat pada malamnya, setiap malam selama bulan Ramadhan.
Yang dimaksud dengan malam puasa adalah malam yang sebelumnya. Kecuali puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari condong ke barat).
2.      Menahan diri dari yang segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.


Yang membatalkan puasa :

1. Makan dan minum dengan sengaja
            Bagi orang yang makan dan minum dengan sengaja wajib mengqodhonya menurut semua ulama mazhab. Namun apabila ia lupa kalau ia sedang berpuasa maka, puasanya tidak batal, dan tidak perlu diqadha.

 2. Bersetubuh pada siang hari dengan sengaja
Sepasang suami isteri bersetubuh pada siang hari pada saat puasa akan batal puasanya dan wajib mengqadha dan membayar fidiyah. Allah menghalalkan suami istri bersetubuh pada malam hari, firman Allah SWT. surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
            Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu (QS. Al-Baqarah:187)
3. Mengeluarkan mani dengan sengaja
            Mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut Imam Hambali, keluar madzi pun dapat membatalkan puasa.



4. Muntah dengan sengaja
 
Menurut pendapat Immamiyah, Syafi’i dan Maliki sepakat bahwa muntah membatalkan puasa dan wajib diqadha. Menurut Hanafi orang muntah tidak batal puasanya kecuali kalau muntahnya memenuhi mulut. Sedangkan menurut faham Hambali, ada yang sepakat bahwa muntah dengan terpaksa tidak batal puasa. dan sebagainya.

5. Berbekam
            Menurut hambali berbekam merupakan pembatal puasa. Mereka berpendapat bahwa yang berbekam dan yang dibekam puasanya sama-sama batal.

6. Disuntik dengan benda cair
Menurut ulama mazhab secara sepakat disuntik dengan benda cair dapat membatalkan puasa. Bagi yang disuntik, wajib mengqadha’. Namun menurut pendapat Imamiyah menambah dengan membayar kifarah, kalau yang tidak disuntik tidak betul-betul dalam keadaan kritis.

7.Bercelak
            Bercelak juga dapat membatalkan puasa, begitulah menurut pendapat Maliki khusunya, dengan syarat dia bercelak pada waktu siang, dan dia merasakan rasa celak sampai kerongkongan.

8. Orang yang menyelamkan kepalanya dengan air bersama badannya atau tidak dengan                      badannya.
            Hal ini menurut pendapat mayoritas Imamiyah. Dan yang melakukannya wajib mengqadha’-nya dan membayar kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama lain hal ini tidak membatalkan puasa.

 9. Orang yang sengaja melamakan dirinya berada dalam junub pada bulan Ramadhan sampai terbitnyafajar.
            Hal ini menurut pendapat Imamiyah, dan yang melakukannya wajib mengqadha’-nya dan membayar kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama lain hal ini tidak membatalkan puasa.
Puasa merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun islam. Orang yang mengingkari puasa berarti ia keluar dari islam, karena puasa seperti sholat, yaitu ditetapkan dengan keharusan.
Firman Allah SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 183:
            Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183)

            Ayat tersebut menunjukkan bahwa puasa bukan hanya diwajibkan kepada kaum muslimin saja, akan tetapi puasa merupakan syariat Allah SWT. yang telah dikenal semua agama yang berketuhanan, dengan cara yang bermacam-macam menurut agama yang mereka anut. Dengan demikian bahwa Allah SWT telah mewajibkan pada kita untuk berpuasa sebagai kewajiban yang menyeluruh diantara pemeluk-pemeluk agama yang lain diantara ummat manusia sejak masa lampau.

Sunat puasa :

1.      Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
2.      Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis,atau dengan air.
3.      Berdoa sewaktu berbuka puasa.
4.      Makan sahur Sesudah tengah malam, sdengan maksud supaya menambah kekuatan ketika berpuasa.
5.      Menta-khirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
6.      Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa.
7.      Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.
8.      Memperbanyak membaca Al-Quran dan mempelajarinya karena mengikuti perbuata Rasulullah Saw.

Boleh berbuka
Orang-orang yang diperbolehkan berbuka pada bulan Ramadhan adalah sebagai berikut :
1.      Orang yang sakit apabila tidak kuasa berpuasa, atau apabila berpuasa maka sakitnya akan bertambah parah atau melambatkan sembuhnya menurut keterangan yang ahli dalam hal itu. Maka orang itu boleh berbuka, dan ia wajib mengqada apbila sudah sembuh, sedangkan waktunya adalah sehabis bulan puasa nanti.
2.      Orang yang dalam perjalanan jauh (80-640 km) boleh berbuka, tetapi iawajib mengqada puasa yang ditinggalkannya itu.
3.      Orang tua yang sudah lemah, dan tidak kuat lagi karena tuanya, atau karena lemah fisiknya, bukan karena tua. Maka diperbolehkan berbuka, dan ia wajib membayar fidyah (bersedeka) tiap hari ¾ liter beras atau yang sama dengan itu kepada fakir dan miskin.
4.      Orang hamildan orang yang menyusui anak. Kedua perempuan tersebut, kalau takut akan menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka, dan mereka wajib mengqada sebagaimana orang sakit.

Menta-khirkan qada

Batas waktu untuk mengqada puasa adalah sampai datang bulan puasa berikutnya bagi orang yang mungkin mengqadanya. Tetapi apabila tidak dilakukannya, maka ia wajib mengqada dan membayar fidyah. Pendapat tersebut berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Daruqutni, dari Abu Hurairah; tetapi Daruqutni mengatakan bahwa hadis tersebut lemah, sebenarnya anya perkataan Abu Hurairah saja. Kata pemuka Islam Syaukani, membayar fidyah itu tidak beralasan satu hadispun dari Rasulullah Saw., dan perkataan sahabat tidak dapat menjadi alasan. Jadi, sebenarnya hal itu tidak wajib dilakukan karena tidak ada keterangan yang mewajibkanmya.
Orang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena uzur diwajibkan segera mengqadakan puasanya itu pada hari permulaan kesempatanyang didapatkan setelah hari raya. Sebagian para ulama tidak berpendapat, tidak wajib mengqada dengan segera, tetapi sepanjang tahun;itu adalah waktunya untuk mengqada. Ia boleh memilih sembarang hari dalam tahun itu untuk mengqadanya.
            Perbedaan paham tersebut timbul dari cara mereka memahami firman Allah Swt. Berikut:
“Barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(Al-Baqarah: 185)
Pendapat pertama mengartikan bahwa orang diberi kelonggaran berbuka itu adalah karena uzur. Maka apabila hilang uzurnya, dan waktu sudah ada, ia wajib segera mengqada puasa yang ditinggalkannya itu.
Pendapat kedua mengartikan bahwa ayat tersebut hanya menyuruh mengqada, tidak ditentukan pada hari mana ia wajib menggqada itu. Maka ia dapat memilih hari yang dikehendakinya atara bulan Ramadhan itu denganRamadhan yang akan datang.

Junub sampai pagi hari puasa
Ada orang Islam yang menyangka bahwa junub sampai pagi dalam bulan Ramadan dapat membatalkan puasa. Persangkaan yang demikian tidak beralasan. Sebenarnya hal tersebut tidak mengurangi puasa, baik junub karena bersetubuh ataupun sebab lain; sebaiknya dia segera mandi sebelum terbit fajar karena dikhawatirkan terjadi hal yang membatalkan, misalkan kemasukan air ketika mandi.












II.II MACAM-MACAM PUASA

II.II.I  Puasa wajib

            Puasa ini dikerjakan bagi orang-orang dewasa, berakal sehat dan mampu melaksanakan puasa. Adapun macam-macam puasa wajib adalah sebagai berikut:

1. Puasa di bulan Ramadhan

            Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar himgga terbenam matahari.
Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa ini hukumnya wajib, yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.
Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang berfikir adalah merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas kepada Allah SWT. Harus kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik manusia dan hati mereka .Dalam pelaksanaannya, khusus puasa Ramadhan, kita akan menjumpai beberapa masalah yang penting dipecahkan antara lain:

A. Cara penempatan waktu.

           
Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu: hisab dan rukyat. Kemajuan teknologi belakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses hisab dan rukiyah tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi semacam planetrium atau teleskop atau secara khusus ilmu falaq yang berkembang di dunia Islam, semuanya mendukung vadilitas penetapan waktu puasa.

            Rukyat  adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan dengan cara melihat dengan panca indera mata timbulnya atau munculnya bulan sabit. Dan apabila udara mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat dengan mata maka hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari. Di Indonesia pelaksanaan rukyat untuk penetapan puasa Ramadhan telah dikoordinasikan oleh Departemen Agama RI.
            Hisab : adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dengan cara menggunakan perhitungan secara atsronomi, sehingga dapat ditentukan secara eksak letak bulan. Seperti cara rukyat yang telah dikoordinasikan oleh pemerintah, maka cara hisab pun sama. Di Indonesia penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan ini dengan cara yang manapun memang telah diambil kewenangan koordinatifnya oleh pemerintah.
Adapun lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PERSIS, Jami’at al-Khair dan sebagainya berfungsi sebagai pemberi masukan hasil rukyat dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan awal dan akhir Ramadhan oleh pemerintah.

Firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat 5:

Artinya:“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Yunus :5)

Sabda Nabi Muhammad SAW .

Artinya:“Dari Abu Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW, menceritakan bulan Ramadhan lalu memukul kedua tangannya lalu bersabda: “Bulan adalah itu sekian dari sekian bulan,kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga kali (termasuk menunjukkan bahwa bulan itu jumlahnya terdiri dari 29 hari), maka berpuasalah kamu karena melihat bulan. Jika kamu sekalian tidak dapat memelihatnya karena tertutup awan / mendukung, maka pastikanlah bilangan itu menjadi 30 hari.(HR. Muslim)
B. Berpuasa di daerah kutub

            Daerah kutub sebagai daerah yang nampak berberad dengan daerah lainnya sebahagian besar bumi lainnya, ini membutuhkan konsep hukum dan aturan-aturan keagamaan yang berbeda. Menurut Syekh Muhammad Syaltut dalam bukunya yang berjuduk “Al-Fatawa” (fatwa-fatwa) disebutkan bahwa hanya ada dua alternatif hukum bagi penduduk daerah kutub dalam melaksanakan ibadah shalat dan khusunya puasa yaitu :

1. Karena di daerah kutub tidak berlaku batasan-batasan waktu sebagaimana di belahan bumi normal, maka hukum yang berkenaan dengan ibadah sholat dan puasa dua ibadah yang pelaksanaannya sangat dibatasi oleh unsur keteraturan waktu tidak berlaku. Penduduk daerah kutub dibebaskan dari kewajiban shalat dan puasa.

2) Meskipun kondisinya demikian nilai hukum tetap berlaku di daerah kutub, sebab ajaran islam berlaku untuk segala kondisi dan tempat. Karena itu ketentuan dipakai untuk daerah kutub adalah mengambil persamaan dengan daerah yang lainnya yang paling dekat
.


2. Puasa Nazar

            Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat .Misalnya bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa nazar tersebut apabila ia berhasil.
 Ibnu Majjah meriwayatkan, bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Muhammad SAW.
Artinya:“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Ia mempunyai nazar berpuasa sebelum dapat memenuhinya. Rasulullah SAW menjawab: “Walinya berpuasa untuk mewakilkannya”.


3. Puasa Kifarat

            Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan suami isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda (kifaratnya) berpuasa dua bulan berturut-turut .

II.II.II  Puasa Sunnah

           
Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:

1. Puasa enam hari pada bulan syawal

            Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak mesti berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena puasa enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya. Akan tetapi diharamkan pada tanggal 1 syawal karena ada hari raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits dikatakan yang artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka sama dengan telah berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim).

2. Puasa Arafah (tanggal 9 bulan haji)

            Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji,di sunnatkan untuk melaksanakan puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji, sebaiknya tidak berpuasa. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab:
 "Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang.: (Riwayat Muslim)

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW melarang untuk berpuasa hari raya arafah di Arafah. (Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Hadits munkar menurut Al-'Uqaily.)

3. Puasa pada bulan Sya’ban.

            Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada bulan Sya'ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut kecuali sedikit sekali . Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya: Siti Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa, sehingga kami berkata: "Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami berkata: "Sehingga ia tidak berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak pernah melihat beliau melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Puasa As-Syura’ (tanggal 10 Maharram).

            Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Hadist Rasulullah Saw yang berbunyi: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa Asyura itu (puasa tanggal sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun dosa yang telah lalu" (HR. Muslim). Demikian juga sunnah hukumnya melakukan puasa pada tanggal sembilan Muharram. Hadist Rasulullah: Ibn Abbas berkata: "Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura', dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nashrani". Rasulullah saw menjawab: "Jika tahun depan, insya Allah saya masih ada umur, kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan Muharramnya". Ibn Abbas berkata: "Belum juga sampai ke tahun berikutnya, Rasulullah saw keburu meninggal terlebih dahulu" (HR. Muslim).
5. Puasa hari Senin dan hari Kamis

           
Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada hari senin dan kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap hari senin dan hari kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim kecuali mereka mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan. (H.R.Ahmad)

6. Puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, dan 15) dari tiap-tiap bulan Qamariyah (tahun Hijriah).
II.II.III  Puasa Haram

1. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah

            Artinya: "Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim).
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu .(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)

2. Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah

            Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya:
Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata: "Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)" (HR. Bukhari).

3. Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu).

            Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya haram. Hal ini sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah saw:

Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).






II.II.IV  Puasa Makruh

1. Berpuasa pada hari jum’at

            Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya, kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at.

Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja yang Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).

2. Puasa setahun penuh (puasa dahr)

            Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang Artinya:
 Umar bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?" Rasulullah saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka" (HR. Muslim).

3. Puasa Wishal

            Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya, misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya, namun dimakruhkan untuk ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut yang Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?" Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari Muslim).





II.III HIKMAH-HIKMAH PUASA

1.      Bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah SWT, takwa adalah meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna mengerjakan perintah, meninggalkan larangan , Firman Allah SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183)

2.      Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya rasa lapar, haus maupun tidak dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan suatu kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya lalu bisa merasakan keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka yang berkepentingan dalam hidup ini.
  1. Puasa mampu menghancurkan tajamnya syahwat dan mengendalikan nafsu, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Wahai para pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa, karena puasa sesungguhnya dapat mengendalikan syahwat.
4.      Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah sebagai berikut:

a.       Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b.      Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem pencernaan akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih kurang satu bulan. Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung untuk memroses makanan yang bertumpuk dan berlebihan.Puasa mengurangi berat badan berlebih. Puasa dapat menghilangkan lemak dan kegemukan, secara ilmiah diketahui bahwa lapar tidak disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga disebabkan oleh penurunan kadar gula
dalam darah.

c.       Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun saat seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas untuk istirahat. SepertiAnda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon insulin. Seperti anda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon insulin.

5.      Puasa membiasakan keteraturan hidup, yaitu orang yang berpuasa akan berbuka pada waktu yang sama, dan tidak ada yang lebih dulu karena kehormatan, harta, atau jabatan.
  1. Puasa membentuk manusia baru, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa berpuasa dengan niat mencari pahala dari Allah SWT, maka ia keluar dari bulan Ramadhan sebagaimana  bayi yang baru lahir.
  2. Puasa dapat membersihkan jiwa, karena puasa hakikatnya memutus dominasi syahwat. Syahwat bisa kuat dengan makan dan minum, dan setan selalu datang melalui pintu-pintu syahwat. Dengan berpuasa, syahwat dapat dipersempit geraknya.
  3. Adanya persamaan antara yang miskin dan kaya, antara penguasa dan biasa, tidak ada perbedaan dalam melaksanakan kewajiban agama.























BAB III
PENUTUP


III.I Kesimpulan

            Berpuasa merupakan ibadah yang sangat baik bagi manusia. Dengan berpuasa dapat melatih kita dari berbagai macam godaan hawa nafsu yang setiap hari menggoda setiap manusia. Tidak salah jika ibadah puasa merupakan salah satu dari rukun islam. Oleh karena itu adanya fiqih tentang puasa bertujuan agar kita dapat mempelajari tentang hukum-hukum islam berkaitan dengan puasa. Puasa sangatlah penting untuk dipelajari agar setiap ibadah puasa kita mendapat pahala dan mendapat sasaran yang diinginkan yaitu meningkatkan kualitas iman serta taqwa berdasarkan Al-quran dan sunnah.


III.II Saran

            Dan mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Selaku pemakalah meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, mohon dimaklumkan.  












DAFTAR PUSTAKA


Bahreisy Husein, “Pedoman Fiqih Islam”, Al-Ikhlas, Surabaya, 1981

Hasan Halim Abdul, “Tafsir Ahkam”, Kencana Prendala Media Grup, Jakarta, 2006

Mughniyah Jawad Muhammad, “Fiqih Lima Mazhab”, Lentera, Jakarta, 2004

Rasyid Sulaiman, H. “Fiqh Islam”, At-Tahirijah, Jakarta

Sabiq Sayyid, “Fiqh Sunnah 12”, Penerbit Pustaka, Bandung, 1988

Suparta, DR. H, “Fiqh Madrasah Aliyah X”, CV. Toha Putra, Semarang, 2004

Syarabasyi Ahmad, Bahreisj Husein, “Himpunan Fatwa”, Al-Ikhlas, Surabaya, 1987

TIM MPGMP – PAI. “Pendidikan Agama Islam”, Telaga Mekar, Medan, 2004

Aep Saepulloh Darusmanwiati,”Fiqhus Shiyam” Menuju Kesempurnaan Ibadah Puasa”, diaskes dari http//indonesianschool.org

Al-Hafidz Ibnu Hajjar Ashqolani Al-Hafidz Ibnu Hajjar “Kitab Hadist Bulughul Maram, ”, diaskes dari http://opi.110.mb.com/

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, “Fiqh Manjha Rasul” diaskes dari http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1623%bagian=0
http://www.abyfarhan.com/2011/12/macam-macam-puasa.html

Sabtu, 04 Mei 2013

“TAREKAT”


AGAMA 4
“TAREKAT”


OLEH
AFRINATA PANGESTU
ARFAND HUDA
IRFAN FAQIH




FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2012-2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
          Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha Esa yang telah mengizinkan penulis untuk menyelesaikan sebuah karya tulis.
          Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah yang berjudul “TAREKAT”, yang penulis harap dapat bermanfaat bukan hanya bagi penulis tapi juga pembaca.
          Dalam kesempatan ini penulis juga meminta maaf apa bila terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan dalam penulisan makalah ini.
          Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

PEKANBARU, 31 Maret 2013
“PENULIS”


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.a Arti tarekat............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................... 2
2. PERKEMBANGAN TAREKAT............................................. 2
2.a Pengertian Tarekat.......................................................... 2
2.b Sejarah Perkembangan Tarekat...................................... 3
2.b 1 Kanqah dan Zawiyah........................................... 3
2. c Macam-macam tarekat................................................... 4
2. d Hubungan Tarekat dengan Tasawuf.............................. 5
2. e Aliran Tarekat dalam islam............................................ 6
2. f Pengaruh tarekat dalam peradapan islam....................... 6

BAB III PENUTUP................................................................................. 7
A.   KESIMPULAN....................................................................... 7
B.   PENUTUP............................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 8



BAB I
PENDAHULUAN
1.a ARTI TAREKAT
            Tarekat (Bahasa Arab: طرق transliterasi: Tariqah) berarti "jalan" atau "metode", dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara konseptual terkait dengan ḥaqīqah atau "kebenaran sejati", yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik eksoteris atau duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk ṭarīqah. Melalui praktik spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai ḥaqīqah (hakikat, atau kebenaran hakiki).
Kata al-tariqa yang berarti jalan, bersinonim dengan kata suluk. Maksudnya ialah jalan kerohanian. Tariqa/tarekat kemudian ditakrifkan sebagai ‘Jalan kerohanian yang muncul disebabkan pelaksanaan syariat agama, karena kata syar’ (darimana kata syariat berasal) berarti jalan utama, sedang cabangnya ialah tariq (darimana kata tariqa berasal).’ Pengertian di atas menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh dalam ilmu tasawuf, melalui bimbingan dan latihan kerohanian dengan tertib tertentu, merupakan cabang daripada jalan yang lebih besar, yaitu Syariat. Termasuk di dalamnya ialah kepatuhan dalam melaksanakan syariat dan hukum Islam yang lain.
Para sufi dalam melihat tingkat laku kerabat dan sahabat dekat mereka tercermin perasaan dan perbuatan mereka sendiri. Apabila mereka melihat kekeliruan dalam perbuatan tetangga mereka, maka mereka segera bercermin ke dalam perbuatan mereka sendiri. Kebiasaan di atas mendorong munculnya salah satu aspek penting gerakan tasawuf, yaitu persaudaraan sufi yang didasarkan atas cinta dan saling bercermin pada diri sendiri. Persaudaraan sufi inilah yang kemudian disebut Tarekat Sufi.
Munculnya tarekat membuat tasawuf berbeda dari gerakan zuhud yang merupakan cikal bakal tasawuf. Apabila gerakan zuhud mengutamakan ‘penyelamatan diri’ melalui cara menjauhkan diri dari kehidupan serba duniawi dan memperbanyak ibadah serta amal saleh, maka tasawuf sebagai organisasi persaudaraan (tariqah) menekankan pada ‘keselamatan bersama’. Di antaranya dalam bentuk pemupukan kepentingan bersama dan keselamatan bersama yang disebut ithaar. Sufi yang konon pertama kali mempraktekkan ithaar ialah Hasan al-Nuri, sufi abad ke-9 M dari Baghdad. Tarekatnya merupakan salah satu tarekat sufi awal dalam sejarah.


BAB II
PEMBAHASAN
2. PERKEMBANGAN TAREKAT
2.a PENGERTIAN TAREKAT
                Kata Tarekat di ambil dari bahasa arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang secara etimologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam terminologis (pengertian) ulama sufi; yang dalam hal ini akan saya ambil definisi tarekat menurut Syekh Muhammad Amin al-Kurdi al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi, dalam kitab Tanwir al- Qulub-nya adalah;
Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih yang azimah (berat) daripada yang rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi seorang Syekh/Mursyid).”
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah), maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tasawuf dapat dipraktekkan dalam setiap keadaaan di mana manusia menemukan dirinya, dalam kehidupan tradisional maupun modern. Tarekat adalah salah satu wujud nyata dari tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan hidup praktis sehari-hari daripada corak konseptual yang filosofis. Jika salah satu tujuan tasawuf adalah al-Wushul ila Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam arti ma’rifat, maka tarekat adalah metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan tasawuf tersebut.

Tarekat berarti jalan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara menyucikan diri, atau perjalanan yana ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau mursyid inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara (washilah) antara murid dan Tuhan dalam beribadah.

Karena itu, seorang Syaikh haruslah sempurna dalam ilmu syariat dan hakekat. Di samping itu, untuk (dapat) wenjadi guru, ustadz atau Syaikh diperlukan syarat- syarat tertentu yang mencerminkan sikap orang tua yang berpribadi akhlak karimah dan budi pekerti yang luhur.

2.b Sejarah perkembangan Tarekat
Banyak orang yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti tarekat.
Asal-usul Tarekat Sufi: Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut.
Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).

Kehidupan para sufis  abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut.
Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.
2.b 1 Kanqah dan Zawiyah
Biasanya sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi. Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal kepemimpinan.
Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah, arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut pesujudan, di Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).
Tempat lain lagi berkumpulnya Sufi ialah ribat. Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya peperangan yang menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan dirubah menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan mereka.
Sejarah Perkembangan TarekatMenjadi Pengawal MoralBanyak orang yang salah faham tentang tarekat, sehingga mereka tidak mau mengikutinya. Namun, mereka yang sudah mengikuti tarekatpun umumnya belum memahami bagaimana sebenarnya pengertian tarekat, awal mula dan sejarahnya, macam-macamnya serta manfaat mengikuti tarekat.
Asal-usul Tarekat Sufi  Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat dirunut pada abad ke-3 dan 4 H (abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka memiliki banyak sekali murid dan pengikut. Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah), baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati). Kehidupan para sufis  abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut. Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas dari dinamika sosio-politik dunia Islam.

2. c macam – macam tarekat
Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.



Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.

2.d Hubungan tarekat dengan tasawuf
Pengertian Tasawuf, Tarekat dan hubungan antara keduanya
Secara ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu katashuuf yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan diri. Sedangkan secara terminology, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.
Sedangkan tarekat sendiri, secara ethimologi berasal dari kata “Thoriqoh” yang berarti jalan. Dalam artian jalan yang mengacu kepada suatu system latihan meditasi maupun amalan- amalan yang dihubungkan dengan guru sufi. Istilah ini kemudian berkembang menjadi organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas, atau institusi yang menaungi paham tasawwuf.
Dari pengertian diatas, tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara tasawwuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tasawwuf adalah sebuah ideology dari institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat merupakan madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat merupakan implementasi dari suatu ajaran tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi sebuah organisasi sufi dalam rangka mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf secara bersama-sama.







2.e Aliran tarekat dalam islam
Dari sekian banyak tarekat yang pernah muncul sejak abad ke-12 (abad ke-6 H) itu antara lain :

Tarekat Qadiriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang wafat di Irak pada 1161 H) yang mempunyai penganut di Irak, Turki, Turbekistan, Sudan, Cina, India, dan Indonesia.


Tarekat Syadziliah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Asy-Syadzili, yang wafat di Mesir pada 1258 M), yang mempunyai pengikut di Mesir, Afrika Utara, Syiria, dan Negri-negri Arab lainnya. Pokok-pokok ajarannya antara lain :
  • Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
  • Mengikuti sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
  • Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dari waktu membelakangi
  • Kembali kepada Allah diwaktu senang dan susah
Tarekat Rifaiyah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Ar-Rifai, yang wafat di Mesir pada 1182 M), yang mempunyai pengikut di irak dan di Mesir.
Tarekat Naqsabandiyah (dihubungkan kepada Syekh Bahaudin Naqsabandi yang wafat di Bukhara pada 1389 M), yang mempunyai pengikut di Asia Tenggara, Turki, India, Cina, dan Indonesia. Ciri-ciri  tarekat Naqsabandiah antara lain :
  • Berpegang teguh kepada aqidah ahlusunnah
  • Meningggalkan ruqsah
  • Memilih hokum-hukum yang azimah
  • Senantiasa dalam muraqabah
  • Tetap berhadapan dengan Tuhan
  • Menghasilkan malakah hudhur (menghadirkan Tuhan dalam hati)
  • Menyendiri ditengah keramaian serta menghiasi diri dengan hal-hal yang memberi faedah
  • Berpakaian dengan pakaian mukmin biasa
  • Zikir tanpa suara[8]
Tarekat Syatarriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdullah Asy-Sattari yang wafat di india pada 1236 M), yang mempunyai pengikut India dan Indonesia

2. f Pengaruh tarekat dalam peradabpan islam
Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan politik.

Tarekat memengaruhi dunia islam mula abad ke-13 kedudukan tarekat saat itu sama dengan partai politik. Bahkan tentara itu juga menjadi anggota tarekat.


Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang terancang dengan baik, dan memberikan otomomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa atau kelompok desa ada wali lokalnya yang didukung dan dimuliakan sepanjang hidupnya, bahkan dipuja dan diagung-agungkan setelah kematiannya. Akan tetapi pada saat-saat itu telah terjadi penyelewengan dalam tarekat-tarekat.

Disamping itu tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang mengejar dunia ini adalah anjing”. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga sifat tawakal, menunggu apa saja yang akan datang, qadha dan qadar yang sejalan denga faham Asy’ariyah. Para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat islam.

Oleh karena itu pada abad ke-19 timbul pemikiran yang sinis terhadap tarekat. Banyak orang yang menentang dan meninggalkan tarekat ini.


BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Makna Tarekat sebenarnya adalah beramal dengan syariat, tapi banyak orang yg belum atau bahkan salah memahami, sehingga banyak yg salah mengartikan bahwa tarekat itu sesat. Diperlukan ilmu agama serta kemampuan lebih dalam memahaminya.

B.   SARAN
Penulis membuka diri, untuk setiap kritikan dan saran untuk setiap kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah ini.


DAFTAR PUSTAKA