DAFTAR ISI
Kata
Pengantar........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian
Tasawuf.....................................................................
BAB II KAJIAN TENTANG TASAWUF
A. Pemurnian Tasawuf Oleh Imam
Ghazali..............................
B. Kaum Sufi dan
Tasawufnya..................................................
C. Tokoh Sufi Dan
Pemikirannya..............................................
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................
B. Saran.................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Puji syukur kita ucapkan kepada
Allah SWT,yang telah memberikan begitu banyak nikmat,dan hidayah kepada
kami,sehingga makalah ini terselesaikan dengan harapan semoga bermanfaat bagi
sekalian umat Islam.
Makalah yang
berjudul Tinjauan Tentang Tasawuf di
buat berdasarkan berbagai referensi,baik media cetak dan elektronik.
Ucapan terima
kasih kami sampaikan pada Bpk.Syariffudin,selaku dosen mata kuliah FIQIH,serta
kepada semua pihak yang mendukung terselesaikannya makalah ini.
BAB I
Pendahuluan
A. Pengertian Tasawuf
Ada beberapa
pengertian tentang tasawuf yang dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai asal
kata Tasawuf.
a. Tasawuf berasal dari kata al-suffah,yang berarti orang-orang yang
ikut pindah dengan nabi dari Mekkah ke Madinah,kehilangan harta benda dan hidup
dalam kemiskinan,mereka tinggal di mesjid dan tidur di batu dengan memakai
pelana sebagai bantal. Pelana tersebut disebut suffah. Meskipun miskin,ahl
suffah berhati mulia,tidak mementingkan dunia,itu merupakan sifat orang
sufi.
b. Tasawuf berasal dari kata shaf pertama
dalam shalat. Sebagaimana halnya orang yang shalat di shaf pertama akan
mendapat kemuliaan dan pahala.
c. Tasawuf berasal dari kata Yunani yaitu
sophos yang berarti hikmah.
d. Tasawuf menurut Junaid al.Bagdadi
adalah pembersihan hati dari sifat-sifat binatang,menjauhi hawa
nafsu,memberikan tempat bagi sifat kerohanian,berpegang pada ilmu
kebenaran,mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya,menepati
janji Allah dan mengikuti syariat rasulullah.
e. Defenisi Tasawuf berdasarkan al-mujahaddahadalah menonjolkan akhlak
dan amal dalam mendekatkan diri kepada Allah.
BAB II
Kajian Tentang Tasawuf
A. Pemurnian Tasawuf Oleh Imam Ghazali
a) Pemurnian aqidah daripada
pengaruh-pengaruh yang menyesatkan. Kerana itu al-Ghazali rd memberi jawapan
kepada akidah-akidah yang sesat dan menyesatkan: Mu’tazilah, Jabariyyah,
Khawarij, Syi’ah, Batiniyyah, golongan ahli falsafah; semuanya adalah dengan
tujuan membina hidup kerohanian atau tasawwuf yang benar atas asas akidah yang hak.
Sebab itulah pada bahagian awal Ihya’nya selepas berbicara tentang ilmu beliau
memaparkan akidah Ahlis-Sunnah wal-jamaah, mengikutaliran Imam Abul-Hasan
al-Asya’ari. Demikianlah akidah yang hak ini mendapat pembelaan dalam teks-teks
beliau seperti Al-Iqtisad fil-I’taqad, Faisalut Tafriqah, Fada’ih
al-batiniyyah, dan lainnya.
b) Antaranya beliau membersihkan
amalan-amalan rohaniah mengikut rangka Qur’an dan Sunnah, serta mengikut Imam
al-Shafi’I rd. Ini jelas dalam beliau memberi huraian berkenaan dengan amalan-amalan
ibadat seperti sembahyang, puasa, zakat, haji, membaca Qur’an, mengamalkan
wirid dan zikir dan seterusnya, dengan tafakkur dan lainnya. Dengan ini amalan
tasawwuf berjalan
dalam rangka ajaran kerohanian sebagaimana yang ada dalam fiqh imam mujtahid.
c) Tambahan
ialah beliau memberi makna-makna kerohanian di sebalik amalan-amalan seperti
sembahyang, puasa, zakat dan haji di bawah apa yangbeliau sebut sebagai “asrar”
dan adab-adab dengan maksud-maksud di sebaliknya. Misalnya dalam hubungan dengan
ibadat sembahyang beliau mahukan orang yang melakukan sembahyang mengamalkan
enam sifat batin, selain daripada rukun tiga belas sembahyang itu dengan
amalan-amalan yang sunatnya.
Amalan batin yang beliau kehendaki itu ialah
memahami apa yang dibaca (‘al-tafahhum”), hadir hati dalam melakukan ibadat dan
jangan lalai (‘hudur al-qalb”), takut kepada Tuhan (“al-khauf”), merasa dan
menyedari keagungan dan kehebatan serta kemuliaan Tuhan (“al-ta’zim”), harapkan
rahmat dana penerimaan Tuhan (“al-raja’ “), dan akhirnya malu, yaitu malu
karena kekurangan-kekurangan diri dalam ibadat (‘al-haya’). Dengan adanya
dimensi rohani dalam ibadat maka amalan itu memperkasakan rohani manusiadan
berkesan dalam membentuk peribadinya, bukan ia setakat melakukan amalan secara
mekanikal semata, walaupun itu memang sah amalannya.
c) Sifat-sifat yang mesti dibuang
daripada jiwa manusia antaranya ialah: kegelojohan nafsu perut dan kelamin,
kebinasaan lidah, (berkata-kata tentang perkara yang tidak berfaedah,
berbantah-bantah, memberat-berat diri untuk menggunakan bahasa berperhiasan,
suka memaki, melaknat, mempersenda-sendakan orang, dan lainnya, mengumpat,
mengadu orang), bercakap orang awam berdalam-dalam berkenaan denganTuhan, sifat
marah, berseteru, dengki dan dendam, kegilaan kepada hidup dunia, bakhil, tamak
h, riya, suka kepada kemasyhuran, pangkat, takabur, ujub atau tercengang dengan
kebaikan diri.
d) Dalam tasawwuf Imam al-Ghazali
terdapat penghayatanakidah Ahlis-Sunnah sampai ke kemuncaknya, dengan
perlaksanaan amalan berdasarkanfiqh imam mujtahid yang diikuti oleh orang yang
berkenaan; amalan rohaninya pula adalah terdiri daripada amalan-amalan yang
diakui ulama, serta dengan penekanan ke atas sifat-sifat keutamaan yang baik
(‘asl-fada’il), dan pengikisan dari jiwa sifat-sifat yang buruk (‘al-akhlak
almadhmumah’); pengiktirafan ada terhadap pengalaman rohani yang sahih yang
sampai kepada tahap bahwa orang yang berkenaan itu sampai mengalami bahawa
wujud yang sesungguhnya adalah Tuhan dan wujud hamba adalah wujud yang bukan hakiki,
walaupun memang ia “real” pada pandangan alam benda.
b. Kaum Sufi Dan Tasawufnya
Kata
Shufi dipertentangkan asal pengambilannya, dan tidak terjadi keseragaman
pendapat. Tetapi banyak yang mengatakan bahwa itu terambil dari kata “shuf”
yang artinya wol (kulit kambing). Meskipun sekarnag wol merupakan barang
komoditi yang bergengsi dan berpangsa pasar luas mencakup seluruh dunia.
Terbukti sekarang ini hanya masyarakat dengan tingkatan sosial ekonomi
tertentulah yang dapat mengenakan wol. Mungkin pengambilan kata shuf disini
dimaksudkan bahwa kaum shufi tidak peduli menggunakan pakaian yang tidak nyaman
menggelikan, karena wol akan tidak nyaman jika dipakai langsung. Dengan
demikian kaum shufi adalah kaum yang tidak memperdulikan ketidaknyamanan jasmani
demi mengejar kenyamanan rohani.
Akan
halnya kata Tasauf, tidak jauh berbeda dengan kata shufi tidak terjadi
kesepakatan tentang pengambilan asal katanya. Hanya saja banyak yang mengatakan
bahwa kata tasauf terambil dari kata shafa dan tashawafa yang berarti bersih,
maksudnya ialah meninggalkan. Kehidupan dan kesenangan duniawi yang dianggap
kotor dan meleburkan diri dalam kesenangan dan kepuasan rohani.
Karena
istilah shufi dan tasauf baru dikenal sekitar penghujung tahun dua ratusan
setelah Rasulullah wafat. Hingga berakhirnya abad ini. Pelaksanaan dan
pengamalan hukum Ilahi atau syari’at-syari’at Ilahi masih diyakini merupakan
satu-satunya jalan selamat dan mencapai keridhoan Allah.
Tetapi
lain lagi dengan kaum shufi menghabiskan hidup mereka dengan menyendiri bahkan
memisahkan diri dari masyarakat, melakukan shalat sendirian dan melaparkan
perut-perut mereka. Kepedulian mereka hanya kepada pembahasan-pembahasan takut
dan kenikmatan buah-buahan surga. Ketimbang bagaimana mencapai keridhoan Allah
dengan menjalankan seutuhnya syari’at-syari’at Ilahi yang dibawa oleh
Rasul-Nya.
Maka
pada abad kedelapan Masehi, para guru kaum shufi sudah tidak terkait lagi
dengan syari’at-syari’at Ilahi dalam bentuk shalat, shaum, zakat, doa-doa yang
masyru’ atau segala yang diamalkan atau diucapkan oleh Rasulullah. Tetapi
mereka memiliki dan membuat syari’at-syari’at yang menurut mereka sudah sampai
kepada tariqah yang akan menyampaikan mereka kepada hakikat dan kemudian
ma’rifat. Kalaupun mereka bersedia membicarakan syari’at Ilahi, itu hanya
sebatas pengetahuan dasar agar seseorang dapat memasuki jenjang spiritual yang
lebih tinggi.
Kaum
Shufi menganggap tharikat (jalan shufi) secara umum diyakini sebagai tataran
pertengahan yang menghubungkan syari’at dengan kebenaran atau hakikat. Karena
itu mereka meyakini bahwa syari’at Ilahi di dalam dan pada hukumnya itu sendiri
kering dan tidak memadai bagi sang penempuh jalan spiritual untuk mengetahui
kebenaran. Maka kurun waktu ini dan sampai ke tahun 1450 M bisa dianggap
sebagai masa keemasan tasauf. Tetapi kenyataan telah menerangkan bahwa
pergeseran esensial telah terjadi. Dari rasa greget terhadap pencapaian surga
dan penjauhan dari neraka menjadi pencapaian Allah dan Zat Allah itu sendiri.
Dan pada akhirnya mereka telah memapankan dan memantapkan dua konsep.
Pertama : Konsep
kesatuan wujud, yaitu bahwa alam semesta ini merupakan manifestasi dari
sifat-sifat Allah dan dengan sendirinya tidak terpisah dari-Nya. Sehingga alam
adalah Allah dan Allah adalah alam dan pada wujud ini tiada lain selain Allah.
Kedua : Konsep
silsilah masyayikh atau syuyukh (mata rantai para guru shufi). Manakala
seseorang ingin mencapai ma’rifat kepada Allah, maka mata rantai guru ini harus
dihadirkan dalam ingatan, baik masih hidup atau sudah mati demi membimbing sang
penempuh spiritual agar sampai kepada Allah. Maka pada kurun ini munculah
guru-guru shufi yang terkenal, semisal Muhyidin Ibnu Arabi, Fahrudin, Al
Aththar, Jalaludin ar Rumi, dan lain-lain.
Setelah
kurun ini munculah sekte-sekte dan cabang-cabang dari tariqah shufi dan
bermuara pada pangkalnya yaitu wihdatul wujud. Dan pada umumnya satu tarekat
dapat melahirkan beberapa tarikat baru. Adapun sumber yang berkembang di
kalangan shufi adalah ketika Nabi naik ke langit, beliau diberi sebuah khirqah
(jubah) dan Nabi memberikan khirqah itu kepada Ali bin Abi Thalib, dan itu
katanya sebagai syariat yang harus diartikan bahwa Ali bin Abi Thalib diberi
legalitas oleh Nabi saw. untuk membimbing spiritual manusia dalam mencapai
Allah. Dan pada gilirannya Ali memberikan otoritas yang sama kepada hanya empat
orang, yaitu Hasan, Husain, Kumail dan Hasan al Basri.
Dan
untuk diketahui bahwa tarekat shufi manapun adalah tidak sah jika tidak
bermuara kepada salah satu dari empat orang ini atau keluar dari dua konsep.
(lihat Negeri Sufi, hal 14)
Demi
berpijak kepada landasan asal mulanya dicetuskannya tasauf, tidaklah
mengherankan jika kebanyakan dari para guru shufi berkeyakinan apabila ingin
mencapai Allah hendaklah berpijak kepada syari’at-syari’at buatan Allah yang
dibawa oleh Muhammad sebagai Rasul-Nya, tetapi apa mau dikata begitu seseorang
tiba di tujuan tasauf, sungguh segalanya telah jauh dari ajaran Nabi saw. dan
jalan yang ditempuh tidak lagi relevan dengan tujuan asal, kini mereka telah
membuat shalat-shalat, shaum-shaum, wirid-wirid, doa-doa serta dzikir-dzikir
sendiri sehingga dalam keadaam limbung mereka merasa telah mengetahui hakikat
kebenaran dan telah menyatu dengan Allah sehingga tidak ada lagi Khalik dan
makhluk yang ada hanyalah wihdatul wujud.
Islam
memerintahkan manusia agar senantiasa penuh harap dan cinta terhadap kehidupan
akhirat, tetapi Islam melarang manusia melupakan bagian serta hak-haknya di
dunia. Firman Allah:
وَابْتَغِفِيمَاءَاتَاكَاللهُالدَّارَاْلآخِرَةَوَلاَتَنْسَنَصِيبَكَمِنَالدُّنْيَا
(القصص:77)
“Dan
harapkanlah apa yang Allah berikan kepadamu dari rumah akhirat dan janganlah
kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al-Qashash:77)
Manusia
pada dirinya memiliki hak-hak dan kewajiban atas dunia ini. Bagaimana mungkin
manusia dapat mendapatkan hak-haknya atas menunaikan kewajiban-kewajibannya
apabila ia sendiri menghindarinya.
Bukankah
ketika seorang shahabat meminta izin untuk shaum wishol beberapa hari (shaum dan
tidak berbuka). Maka Nabi murka, karena Allah telah melarang hamba-Nya
melakukan itu dan shaum wishal itu khusus beliau saja.
Dan
ketika Abu Darda shalat dan tidak tidur, shaum dan tidak berbuka. Ia melupakan
istri dan anak-anaknya. Rasulullah mengingatkannya dengan, “Sesungguhnya atas
dirimu itu ada hak, atas keluargamu itu ada hak, maka berikanlah setiap hak itu
kepada yang berhak. Istirahatkanlah hatimu sesaat demi sesaat karena hati itu
kalau terlalu lelah akan buta."
Maka
ayat-ayat dan hadits-hadits menunjukkan bahwa manusia yang bermata sebelah dan
hanya dapat melihat duniawi dikategorikan Dajjal. Demikian pula Allah murka
terhadap hamba-Nya yang matanya melihat akhirat tanpa memperdulikan hak-hak
duniawinya. Dan siapa yang akan menyampaikan dan melanjutkan dakwah Rasulullah
jika semua harus menyendiri dengan beribadah.
c. Tokoh Sufi Dan Pemikirannya
Ibnu Arabi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali Ahmad
bin Abdullah yang disebut juga Muhyidin Ibnu Arabi (meninggal 683 H) termasuk
tokoh shufi yang menyerukan ajaran widhatul wujud (wujudiyah) diantara
tulisannya adalah kitab Fushulul Hikam, Al Futuharul Makiyyah dan lain
sebagainya. Pemikirannya adalah wujud alam adalah ‘ain wujud Allah, Allah itu
adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan diantara wujud yang Qadim yang
digelari Khaliq itu dengan wujud yang baru dan yang dinamai makhluk, tidak ada
perbedaan antara ‘Abid dan Ma’bud, bahkan ‘Abid dan Ma’bud adalah satu.
Sebagai
pemikiran Ibnu Arabi yang termaktub dalam kitab Fushulul Hikam antara lain:
- Dia
menganggap ilmunya dan kitabnya diambil dari Rasululah saw. secara
langsung (bertemu)
- Kaum Hud
berada diatas Al Haq
- Fir’aun
adalah seorang mukmin yang sempurna imannya dan telah lebih dahulu
mengenal Allah daripada Nabi Musa alahi salam
- Kaum Nuh
(yang kafir) adalah orang mukmin
- Nabi Harun
telah berbuat salah karena melarang Bani Israil pengikut (kaum) Nabi Musa
beribadah kepada anak sapi dan berhala tersebut merupakan sesembahan yang
benar
- Semua orang
mendapatkan rahmat dan ridho Allah termasuk orang kafir
- Neraka
adalah taman, bukan merupakan tempat siksaan
Beliau adalah
puncaknya kau shufi pada abad ketiga, beliaulah yang banyak menambahkan jalan
buat menuju Allah. Pandangannya terhadap cinta dan pengertian mahabbah dan
ma’rifat adalah peninggalan jejak yang sangat nyata bagi ahli tasawuf-tasawuf
besar yang datang setelahnya. Cinta itu adalah cinta timbal balik diantara
Khaliq dan makhluk diantara mencintai dan dicintai. Dengan cinta demikianlah
hamba tertarik, lebih daripada tarikan besi berani kepada besi biasa.
Husain bin Mansur bin Muhammad Al Hallaj
Intisari
ajarannya telah diungkapkan, kadang berupa syair atau berupa atsar mengenai:
-
Hulul, yaitu ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (Nasut)
- Nur
Muhammad sebagai asal usul segala kejadian amal perbuatan dan ilmu pengetahuan,
dan dengan perantaraannya.
- Kesatuan
segala agama.
Paham yang dibawa
Al Hallaj tentang Ana Al Haq itu bukanlah paham baru, tetapi suatu keyakinan
shufi yang telah lama tersiar. Al Hallaj tidak menyimpang dari Abu Yazid Al
Bisthami dan Asy-Syibli dalam pendiriannya, hanya Asy-Syibli menyembunyikannya.
Sehingga ia tidak mengalami nasib sial seperti Al Hallaj yang dihukum karena
mengakui kemasukan ketuhanan dengan cara hulul dan diucapkannya di pasar-pasar
dan tempat terbuka bahwa aku melihat Tuhanku dengan mata hatiku.
Abu Yazid Bustami
Beliau
pernah berkata: Kalau kamu melihat seseorang melakukan pekerjaan keramat yang
besar-besaran, walaupun dia sanggup terbang di udara, maka janganlah kamu
tertipu sebelum kamu melihat bagaimana dia mengikuti suruhan dan menghentikan
serta menjaga batas-batas syari’at.
Hamba
dan Tuhan sewaktu-waktu menjadi satu. Inilah yang dikenal sebagai madzhab
hulul, dilain waktu beliau pernah berkata: pernah Tuhan mengangkatkan daku dan
ditegakkannya aku dihadapannya sendiri. Maka eratkanlah dia kepadaku: Hai Abu
Yazid! Makhlukku ingin melihat Engkau, lalu aku berkata: "Hiasilah aku
dengan wahdaniyat-Mu, pakaikanlah kepadaku pakaian keakuan-mu, angkatlah daku
dalam kesatuan-Mu, sehingga apabila makhluk-Mu melihat daku, mereka akan
berkata: “Kami telah melihat engkau, maka Engkaulah itu dan aku tidak ada di
sana.”
Tidak
akan pernah kesampaian selain hanya merupakan takhayul belaka yang haram
diikuti oleh orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena hal semacam
itu hanya pantas disebut kepercayaan saja, dan kepercayaan itu bukan agama.
Allah
swt. berfirman:
أَلاَلِلَّهِالدِّينُالْخَالِصُوَالَّذِينَاتَّخَذُوامِنْدُونِهِأَوْلِيَاءَمَانَعْبُدُهُمْإِلاَلِيُقَرِّبُونَاإِلَىاللهِزُلْفَى
“Sesungguhnya
agamamu yang bersih itu kepunyaan Allah, tetapi orang-orang yang menganggap
tuhan-tuhan selain dari pada-Nya berkata: ‘kami tidak menyembah mereka,
melainkan agar mereka menghampirkan kami dengan suatu kedekatan dengan
Allah...”. (QS. Az-Zumar : 3)
Adapun pengakuan
orang-orang, bahwa zikir-zikir, wirid-wirid, shalat-shalat, puasa-puasa dan
lain-lain yang berupa syari’at buatan atau rekaan manusia untuk dan atas nama
cinta kepada Allah akan tersingkap hal-hal ghaib. Semua itu menjadi biang
munculnya Abu Yazid disebutkan dalam kitab Furuhat Makkiyah, telah mencaci dan
merendahkan para ulama ahlul hadits dengan perkataannya: kalian mengambil ilmu
kalian dari orang-orang yang mati.
At Tijani
Beliau
adalah Ahmad bin Muhammad bin Al-Mukhtar At-Tijani (1150 H – 1737 M) dari Bani
Hujaimah Magrib.
Ia
menyambungkan nasab dirinya kepada Nabi saw. sebagaimana biasanya orang-orang
yang menetapkan asal-usul tarekat shufi.
Ia
melanjutkan ajaran-ajaran pada pendahulunya yaitu imam terhadap widhatul wujud,
bahwa semua agama itu benar, ia mengaku dapat melihat Nabi secara langsung
dalam keadaan tidak tidur (bukan melalui mimpi) bahkan mengaku menerima ajaran
langsung dari Nabi saw. kemudian mengaku bahwa pengikutnya pasti masuk surga
apabila melihat Nabi.
Ia
mengaku bahwa ia penutup para wali sejak Adam sampai akhir, dan tidak datang
pada mereka (para wali) terbukanya tirai gaib dan ilmu ketuhanan, melainkan
hanya melalui perantaraan dia seorang. Ia mengaku memiliki pertolongan besar
sejak masih hidupnya sampai setelah matinya, dan akan menjadi orang yang
pertama masuk surga beserta para shahabatnya dan para pengikutnya, dan
sesungguhnya Allah telah memberikan kewenangan syafa'at kepadanya, untuk
manusia yang hidup pada kurun waktunya.
Dan
ia pun mengganti syariat-syariat shalat, shaum, zakat, haji dan jihad
fisabilillah cukup hanya dengan amal meminta tolong kepada guru shufi dan
berdo'a kepada mereka selain kepada Allah swt.
Penulis
merasa perlu menunjukkan salah satu contoh ajaran yang sesat dan menyesatkan
diakuinya menerima langsung dari Nabi dalam keadaan terbangun. Inilah salah
satu shalatul fatih alal quranul karim.
Shalat
fatih adalah salah satu nama wirid (bacaan) yang kalau dibaca satu kata
keutamaannya melebihi enam puluh ribu kali membaca Al Qur`an. Dan inilah
wiridnya
Menurut
penulis sampai disini tentang tasawuf itu kiranya sudah dapat diketahui dan
selanjutnya urusan yang ghaib adalah hal yang wajib diimani, karena Allah swt.
telah mengutus Rasul-Nya untuk menyampaikan hal itu. Yang diutus menjadi Rasul
itu adalah manusia biasa seperti kita juga, ia tidak mengetahui urusan ghaib
kecuali karena wahyu yang diterimanya. Adapun usaha-usaha manusia untuk sampai
kepada yang ghaib, syirik, khurafat, tahayul dan bidah dalam aqidah, ibadah dan
akhlaq.
عَالِمُالْغَيْبِفَلاَيُظْهِرُعَلَىغَيْبِهِأَحَدًا(26)إِلاَمَنِارْتَضَىمِنْرَسُولٍفَإِنَّهُيَسْلُكُمِنْبَيْنِيَدَيْهِوَمِنْخَلْفِهِرَصَدًا(27)
“Allah
maha mengetahui perkara yang ghaib dan dia tidak menerangkan rahasia-Nya ini
kepada siapa pun. Kecuali kepada utusan-Nya yang diridhoinya. Maka sesungguhnya
Allah mengadukan di hadapan dan di belakang urusan itu, pengawal-pengawalnya.”
(QS. Al-Jin : 26 – 27)
Sungguh
banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits yang menegaskan kedudukan Rasulullah
saw. sebagai penunjuk jalan yang benar yang menuju kecintaan dan keridlaan
Allah tanpa harus SATOHAMA versi shufi. Penulis merasa cukup untuk menunjukkan
salah satunya saja dari beberapa hadits.
قُلْإِنْكُنْتُمْتُحِبُّونَاللَّهَفَاتَّبِعُونِييُحْبِبْكُمُاللَّهُوَيَغْفِرْلَكُمْذُنُوبَكُمْوَاللَّهُغَفُورٌرَحِيمٌ(31)
“Katakanlah
jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku pasti Allah akan mencintai kamu
dan mengampuni dosa kamu, dan adalah Allah maha pengampun dan Maha Penyayang.”
(QS. Ali Imran : 31)
“
Sesungguhnya sebaik-baik kata-kata adalah ktiab Allah dan sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk urusan adalah ibadah yang
diada-adakan. Maka setiap yang muhdatsah itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah
itu sesat.” (H.R. Muslim dan Abu Daud menambahkan; …setiap kesesatan di neraka)
Di
dalam hadits lain riwayat Muslim Rasulullah bersabda:
“Barang
siapa yang beramal suatu amal yang bukan urusan kami maka itu tertolak.”
At
Tabrany meriwayatkan sebuah hadits yang semakna:
“Tidak
ada satu umatpun yang membuat satu bid’ah pada agamanya setelah Nabinya
pastilah ia menghilangkan sunnah yang sebandingnya.”
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Kata tasauf/tasawwuf, shufi tidak
jelas bahasa apa dan darimana asalnya.Tasauf bukanlah bagian dari integral dari
Islam.Perkara-perkara ghaib hanya diberitahukan kepada Rasul Allah melalui
wahyu.
Aqidah, ibadah,
akhlak, zuhud dan wara telah diajarkan oleh Rasulullah dan telah beliau amalkan
bersama dengan para shahabatnya.
Nabi tidak
menghindari keindahan, kenyamanan, kenikmatan bahkan sebaliknya. Tetapi adat
berlebihan dan melebihi batas, dan beliau memerintah sodaqoh, bahkan beliau
pernah berqurban dengan seratus ekor unta.
DAFTAR
PUSTAKA
Files.islam-download.net/.../id
El-Muhammady,Muhammad
‘Utman.Pemurnian tawawuf oleh imam
ghazali.
www.muslimphilosophy.com/gz/default.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar