Sabtu, 04 Mei 2013

Tasawuf


DAFTAR ISI
 Kata Pengantar........................................................................................
 BAB I PENDAHULUAN
A.      Pengertian Tasawuf.....................................................................
 BAB II KAJIAN TENTANG TASAWUF
A.      Pemurnian Tasawuf Oleh Imam Ghazali..............................
B.       Kaum Sufi dan Tasawufnya..................................................
C.      Tokoh Sufi Dan Pemikirannya..............................................
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan........................................................................
B.      Saran.................................................................................

DAFTAR PUSTAKA











 KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT,yang telah memberikan begitu banyak nikmat,dan hidayah kepada kami,sehingga makalah ini terselesaikan dengan harapan semoga bermanfaat bagi sekalian umat Islam.
            Makalah yang berjudul Tinjauan Tentang Tasawuf di buat berdasarkan berbagai referensi,baik media cetak dan elektronik.
            Ucapan terima kasih kami sampaikan pada Bpk.Syariffudin,selaku dosen mata kuliah FIQIH,serta kepada semua pihak yang mendukung terselesaikannya makalah ini.










BAB I
Pendahuluan
A.      Pengertian Tasawuf
Ada beberapa pengertian tentang tasawuf yang dikemukakan oleh beberapa ahli mengenai asal kata Tasawuf.
a.      Tasawuf berasal dari kata al-suffah,yang berarti orang-orang yang ikut pindah dengan nabi dari Mekkah ke Madinah,kehilangan harta benda dan hidup dalam kemiskinan,mereka tinggal di mesjid dan tidur di batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana tersebut disebut suffah. Meskipun miskin,ahl suffah berhati mulia,tidak mementingkan dunia,itu merupakan sifat orang sufi.
b.      Tasawuf berasal dari kata  shaf pertama dalam shalat. Sebagaimana halnya orang yang shalat di shaf pertama akan mendapat kemuliaan dan pahala.
c.       Tasawuf berasal dari kata Yunani yaitu sophos yang berarti hikmah.
d.      Tasawuf menurut Junaid al.Bagdadi adalah pembersihan hati dari sifat-sifat binatang,menjauhi hawa nafsu,memberikan tempat bagi sifat kerohanian,berpegang pada ilmu kebenaran,mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya,menepati janji Allah dan mengikuti syariat rasulullah.
e.      Defenisi Tasawuf berdasarkan al-mujahaddahadalah menonjolkan akhlak dan amal dalam mendekatkan diri kepada Allah.







BAB II
Kajian Tentang Tasawuf
A.      Pemurnian Tasawuf Oleh Imam Ghazali
a)      Pemurnian aqidah daripada pengaruh-pengaruh yang menyesatkan. Kerana itu al-Ghazali rd memberi jawapan kepada akidah-akidah yang sesat dan menyesatkan: Mu’tazilah, Jabariyyah, Khawarij, Syi’ah, Batiniyyah, golongan ahli falsafah; semuanya adalah dengan tujuan membina hidup kerohanian atau tasawwuf yang benar atas asas akidah yang hak. Sebab itulah pada bahagian awal Ihya’nya selepas berbicara tentang ilmu beliau memaparkan akidah Ahlis-Sunnah wal-jamaah, mengikutaliran Imam Abul-Hasan al-Asya’ari. Demikianlah akidah yang hak ini mendapat pembelaan dalam teks-teks beliau seperti Al-Iqtisad fil-I’taqad, Faisalut Tafriqah, Fada’ih al-batiniyyah, dan lainnya.
b)      Antaranya beliau membersihkan amalan-amalan rohaniah mengikut rangka Qur’an dan Sunnah, serta mengikut Imam al-Shafi’I rd. Ini jelas dalam beliau memberi huraian berkenaan dengan amalan-amalan ibadat seperti sembahyang, puasa, zakat, haji, membaca Qur’an, mengamalkan wirid dan zikir dan seterusnya, dengan tafakkur dan lainnya. Dengan ini amalan
tasawwuf berjalan dalam rangka ajaran kerohanian sebagaimana yang ada dalam fiqh imam mujtahid.
c)  Tambahan ialah beliau memberi makna-makna kerohanian di sebalik amalan-amalan seperti sembahyang, puasa, zakat dan haji di bawah apa yangbeliau sebut sebagai “asrar” dan adab-adab dengan maksud-maksud di sebaliknya. Misalnya dalam hubungan dengan ibadat sembahyang beliau mahukan orang yang melakukan sembahyang mengamalkan enam sifat batin, selain daripada rukun tiga belas sembahyang itu dengan amalan-amalan yang sunatnya.



Amalan batin yang beliau kehendaki itu ialah memahami apa yang dibaca (‘al-tafahhum”), hadir hati dalam melakukan ibadat dan jangan lalai (‘hudur al-qalb”), takut kepada Tuhan (“al-khauf”), merasa dan menyedari keagungan dan kehebatan serta kemuliaan Tuhan (“al-ta’zim”), harapkan rahmat dana penerimaan Tuhan (“al-raja’ “), dan akhirnya malu, yaitu malu karena kekurangan-kekurangan diri dalam ibadat (‘al-haya’). Dengan adanya dimensi rohani dalam ibadat maka amalan itu memperkasakan rohani manusiadan berkesan dalam membentuk peribadinya, bukan ia setakat melakukan amalan secara mekanikal semata, walaupun itu memang sah amalannya.
c)      Sifat-sifat yang mesti dibuang daripada jiwa manusia antaranya ialah: kegelojohan nafsu perut dan kelamin, kebinasaan lidah, (berkata-kata tentang perkara yang tidak berfaedah, berbantah-bantah, memberat-berat diri untuk menggunakan bahasa berperhiasan, suka memaki, melaknat, mempersenda-sendakan orang, dan lainnya, mengumpat, mengadu orang), bercakap orang awam berdalam-dalam berkenaan denganTuhan, sifat marah, berseteru, dengki dan dendam, kegilaan kepada hidup dunia, bakhil, tamak h, riya, suka kepada kemasyhuran, pangkat, takabur, ujub atau tercengang dengan kebaikan diri.
d)      Dalam tasawwuf Imam al-Ghazali terdapat penghayatanakidah Ahlis-Sunnah sampai ke kemuncaknya, dengan perlaksanaan amalan berdasarkanfiqh imam mujtahid yang diikuti oleh orang yang berkenaan; amalan rohaninya pula adalah terdiri daripada amalan-amalan yang diakui ulama, serta dengan penekanan ke atas sifat-sifat keutamaan yang baik (‘asl-fada’il), dan pengikisan dari jiwa sifat-sifat yang buruk (‘al-akhlak almadhmumah’); pengiktirafan ada terhadap pengalaman rohani yang sahih yang sampai kepada tahap bahwa orang yang berkenaan itu sampai mengalami bahawa wujud yang sesungguhnya adalah Tuhan dan wujud hamba adalah wujud yang bukan hakiki, walaupun memang ia “real” pada pandangan alam benda.


b. Kaum Sufi Dan Tasawufnya
Kata Shufi dipertentangkan asal pengambilannya, dan tidak terjadi keseragaman pendapat. Tetapi banyak yang mengatakan bahwa itu terambil dari kata “shuf” yang artinya wol (kulit kambing). Meskipun sekarnag wol merupakan barang komoditi yang bergengsi dan berpangsa pasar luas mencakup seluruh dunia. Terbukti sekarang ini hanya masyarakat dengan tingkatan sosial ekonomi tertentulah yang dapat mengenakan wol. Mungkin pengambilan kata shuf disini dimaksudkan bahwa kaum shufi tidak peduli menggunakan pakaian yang tidak nyaman menggelikan, karena wol akan tidak nyaman jika dipakai langsung. Dengan demikian kaum shufi adalah kaum yang tidak memperdulikan ketidaknyamanan jasmani demi mengejar kenyamanan rohani.
Akan halnya kata Tasauf, tidak jauh berbeda dengan kata shufi tidak terjadi kesepakatan tentang pengambilan asal katanya. Hanya saja banyak yang mengatakan bahwa kata tasauf terambil dari kata shafa dan tashawafa yang berarti bersih, maksudnya ialah meninggalkan. Kehidupan dan kesenangan duniawi yang dianggap kotor dan meleburkan diri dalam kesenangan dan kepuasan rohani.
Karena istilah shufi dan tasauf baru dikenal sekitar penghujung tahun dua ratusan setelah Rasulullah wafat. Hingga berakhirnya abad ini. Pelaksanaan dan pengamalan hukum Ilahi atau syari’at-syari’at Ilahi masih diyakini merupakan satu-satunya jalan selamat dan mencapai keridhoan Allah.
Tetapi lain lagi dengan kaum shufi menghabiskan hidup mereka dengan menyendiri bahkan memisahkan diri dari masyarakat, melakukan shalat sendirian dan melaparkan perut-perut mereka. Kepedulian mereka hanya kepada pembahasan-pembahasan takut dan kenikmatan buah-buahan surga. Ketimbang bagaimana mencapai keridhoan Allah dengan menjalankan seutuhnya syari’at-syari’at Ilahi yang dibawa oleh Rasul-Nya.
Maka pada abad kedelapan Masehi, para guru kaum shufi sudah tidak terkait lagi dengan syari’at-syari’at Ilahi dalam bentuk shalat, shaum, zakat, doa-doa yang masyru’ atau segala yang diamalkan atau diucapkan oleh Rasulullah. Tetapi mereka memiliki dan membuat syari’at-syari’at yang menurut mereka sudah sampai kepada tariqah yang akan menyampaikan mereka kepada hakikat dan kemudian ma’rifat. Kalaupun mereka bersedia membicarakan syari’at Ilahi, itu hanya sebatas pengetahuan dasar agar seseorang dapat memasuki jenjang spiritual yang lebih tinggi.
Kaum Shufi menganggap tharikat (jalan shufi) secara umum diyakini sebagai tataran pertengahan yang menghubungkan syari’at dengan kebenaran atau hakikat. Karena itu mereka meyakini bahwa syari’at Ilahi di dalam dan pada hukumnya itu sendiri kering dan tidak memadai bagi sang penempuh jalan spiritual untuk mengetahui kebenaran. Maka kurun waktu ini dan sampai ke tahun 1450 M bisa dianggap sebagai masa keemasan tasauf. Tetapi kenyataan telah menerangkan bahwa pergeseran esensial telah terjadi. Dari rasa greget terhadap pencapaian surga dan penjauhan dari neraka menjadi pencapaian Allah dan Zat Allah itu sendiri. Dan pada akhirnya mereka telah memapankan dan memantapkan dua konsep.
Pertama : Konsep kesatuan wujud, yaitu bahwa alam semesta ini merupakan manifestasi dari sifat-sifat Allah dan dengan sendirinya tidak terpisah dari-Nya. Sehingga alam adalah Allah dan Allah adalah alam dan pada wujud ini tiada lain selain Allah.
Kedua : Konsep silsilah masyayikh atau syuyukh (mata rantai para guru shufi). Manakala seseorang ingin mencapai ma’rifat kepada Allah, maka mata rantai guru ini harus dihadirkan dalam ingatan, baik masih hidup atau sudah mati demi membimbing sang penempuh spiritual agar sampai kepada Allah. Maka pada kurun ini munculah guru-guru shufi yang terkenal, semisal Muhyidin Ibnu Arabi, Fahrudin, Al Aththar, Jalaludin ar Rumi, dan lain-lain.
Setelah kurun ini munculah sekte-sekte dan cabang-cabang dari tariqah shufi dan bermuara pada pangkalnya yaitu wihdatul wujud. Dan pada umumnya satu tarekat dapat melahirkan beberapa tarikat baru. Adapun sumber yang berkembang di kalangan shufi adalah ketika Nabi naik ke langit, beliau diberi sebuah khirqah (jubah) dan Nabi memberikan khirqah itu kepada Ali bin Abi Thalib, dan itu katanya sebagai syariat yang harus diartikan bahwa Ali bin Abi Thalib diberi legalitas oleh Nabi saw. untuk membimbing spiritual manusia dalam mencapai Allah. Dan pada gilirannya Ali memberikan otoritas yang sama kepada hanya empat orang, yaitu Hasan, Husain, Kumail dan Hasan al Basri.
Dan untuk diketahui bahwa tarekat shufi manapun adalah tidak sah jika tidak bermuara kepada salah satu dari empat orang ini atau keluar dari dua konsep. (lihat Negeri Sufi, hal 14)
Demi berpijak kepada landasan asal mulanya dicetuskannya tasauf, tidaklah mengherankan jika kebanyakan dari para guru shufi berkeyakinan apabila ingin mencapai Allah hendaklah berpijak kepada syari’at-syari’at buatan Allah yang dibawa oleh Muhammad sebagai Rasul-Nya, tetapi apa mau dikata begitu seseorang tiba di tujuan tasauf, sungguh segalanya telah jauh dari ajaran Nabi saw. dan jalan yang ditempuh tidak lagi relevan dengan tujuan asal, kini mereka telah membuat shalat-shalat, shaum-shaum, wirid-wirid, doa-doa serta dzikir-dzikir sendiri sehingga dalam keadaam limbung mereka merasa telah mengetahui hakikat kebenaran dan telah menyatu dengan Allah sehingga tidak ada lagi Khalik dan makhluk yang ada hanyalah wihdatul wujud.
Islam memerintahkan manusia agar senantiasa penuh harap dan cinta terhadap kehidupan akhirat, tetapi Islam melarang manusia melupakan bagian serta hak-haknya di dunia. Firman Allah:
وَابْتَغِفِيمَاءَاتَاكَاللهُالدَّارَاْلآخِرَةَوَلاَتَنْسَنَصِيبَكَمِنَالدُّنْيَا (القصص:77)
 “Dan harapkanlah apa yang Allah berikan kepadamu dari rumah akhirat dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al-Qashash:77)
Manusia pada dirinya memiliki hak-hak dan kewajiban atas dunia ini. Bagaimana mungkin manusia dapat mendapatkan hak-haknya atas menunaikan kewajiban-kewajibannya apabila ia sendiri menghindarinya.
Bukankah ketika seorang shahabat meminta izin untuk shaum wishol beberapa hari (shaum dan tidak berbuka). Maka Nabi murka, karena Allah telah melarang hamba-Nya melakukan itu dan shaum wishal itu khusus beliau saja.
Dan ketika Abu Darda shalat dan tidak tidur, shaum dan tidak berbuka. Ia melupakan istri dan anak-anaknya. Rasulullah mengingatkannya dengan, “Sesungguhnya atas dirimu itu ada hak, atas keluargamu itu ada hak, maka berikanlah setiap hak itu kepada yang berhak. Istirahatkanlah hatimu sesaat demi sesaat karena hati itu kalau terlalu lelah akan buta."
Maka ayat-ayat dan hadits-hadits menunjukkan bahwa manusia yang bermata sebelah dan hanya dapat melihat duniawi dikategorikan Dajjal. Demikian pula Allah murka terhadap hamba-Nya yang matanya melihat akhirat tanpa memperdulikan hak-hak duniawinya. Dan siapa yang akan menyampaikan dan melanjutkan dakwah Rasulullah jika semua harus menyendiri dengan beribadah.



 c. Tokoh Sufi Dan Pemikirannya
                           Ibnu Arabi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali Ahmad bin Abdullah yang disebut juga Muhyidin Ibnu Arabi (meninggal 683 H) termasuk tokoh shufi yang menyerukan ajaran widhatul wujud (wujudiyah) diantara tulisannya adalah kitab Fushulul Hikam, Al Futuharul Makiyyah dan lain sebagainya. Pemikirannya adalah wujud alam adalah ‘ain wujud Allah, Allah itu adalah hakikat alam. Tidak ada perbedaan diantara wujud yang Qadim yang digelari Khaliq itu dengan wujud yang baru dan yang dinamai makhluk, tidak ada perbedaan antara ‘Abid dan Ma’bud, bahkan ‘Abid dan Ma’bud adalah satu.
Sebagai pemikiran Ibnu Arabi yang termaktub dalam kitab Fushulul Hikam antara lain:
  1. Dia menganggap ilmunya dan kitabnya diambil dari Rasululah saw. secara langsung (bertemu)
  2. Kaum Hud berada diatas Al Haq
  3. Fir’aun adalah seorang mukmin yang sempurna imannya dan telah lebih dahulu mengenal Allah daripada Nabi Musa alahi salam
  4. Kaum Nuh (yang kafir) adalah orang mukmin
  5. Nabi Harun telah berbuat salah karena melarang Bani Israil pengikut (kaum) Nabi Musa beribadah kepada anak sapi dan berhala tersebut merupakan sesembahan yang benar
  6. Semua orang mendapatkan rahmat dan ridho Allah termasuk orang kafir
  7. Neraka adalah taman, bukan merupakan tempat siksaan
Beliau adalah puncaknya kau shufi pada abad ketiga, beliaulah yang banyak menambahkan jalan buat menuju Allah. Pandangannya terhadap cinta dan pengertian mahabbah dan ma’rifat adalah peninggalan jejak yang sangat nyata bagi ahli tasawuf-tasawuf besar yang datang setelahnya. Cinta itu adalah cinta timbal balik diantara Khaliq dan makhluk diantara mencintai dan dicintai. Dengan cinta demikianlah hamba tertarik, lebih daripada tarikan besi berani kepada besi biasa.


                    
                     Husain bin Mansur bin Muhammad Al Hallaj
Intisari ajarannya telah diungkapkan, kadang berupa syair atau berupa atsar mengenai:
      -  Hulul, yaitu ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (Nasut)
      -  Nur Muhammad sebagai asal usul segala kejadian amal perbuatan dan ilmu pengetahuan, dan dengan perantaraannya.
      -  Kesatuan segala agama.
Paham yang dibawa Al Hallaj tentang Ana Al Haq itu bukanlah paham baru, tetapi suatu keyakinan shufi yang telah lama tersiar. Al Hallaj tidak menyimpang dari Abu Yazid Al Bisthami dan Asy-Syibli dalam pendiriannya, hanya Asy-Syibli menyembunyikannya. Sehingga ia tidak mengalami nasib sial seperti Al Hallaj yang dihukum karena mengakui kemasukan ketuhanan dengan cara hulul dan diucapkannya di pasar-pasar dan tempat terbuka bahwa aku melihat Tuhanku dengan mata hatiku.

                     Abu Yazid Bustami
Beliau pernah berkata: Kalau kamu melihat seseorang melakukan pekerjaan keramat yang besar-besaran, walaupun dia sanggup terbang di udara, maka janganlah kamu tertipu sebelum kamu melihat bagaimana dia mengikuti suruhan dan menghentikan serta menjaga batas-batas syari’at.
Hamba dan Tuhan sewaktu-waktu menjadi satu. Inilah yang dikenal sebagai madzhab hulul, dilain waktu beliau pernah berkata: pernah Tuhan mengangkatkan daku dan ditegakkannya aku dihadapannya sendiri. Maka eratkanlah dia kepadaku: Hai Abu Yazid! Makhlukku ingin melihat Engkau, lalu aku berkata: "Hiasilah aku dengan wahdaniyat-Mu, pakaikanlah kepadaku pakaian keakuan-mu, angkatlah daku dalam kesatuan-Mu, sehingga apabila makhluk-Mu melihat daku, mereka akan berkata: “Kami telah melihat engkau, maka Engkaulah itu dan aku tidak ada di sana.”
Tidak akan pernah kesampaian selain hanya merupakan takhayul belaka yang haram diikuti oleh orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena hal semacam itu hanya pantas disebut kepercayaan saja, dan kepercayaan itu bukan agama.


Allah swt. berfirman:
أَلاَلِلَّهِالدِّينُالْخَالِصُوَالَّذِينَاتَّخَذُوامِنْدُونِهِأَوْلِيَاءَمَانَعْبُدُهُمْإِلاَلِيُقَرِّبُونَاإِلَىاللهِزُلْفَى
“Sesungguhnya agamamu yang bersih itu kepunyaan Allah, tetapi orang-orang yang menganggap tuhan-tuhan selain dari pada-Nya berkata: ‘kami tidak menyembah mereka, melainkan agar mereka menghampirkan kami dengan suatu kedekatan dengan Allah...”. (QS. Az-Zumar : 3)
Adapun pengakuan orang-orang, bahwa zikir-zikir, wirid-wirid, shalat-shalat, puasa-puasa dan lain-lain yang berupa syari’at buatan atau rekaan manusia untuk dan atas nama cinta kepada Allah akan tersingkap hal-hal ghaib. Semua itu menjadi biang munculnya Abu Yazid disebutkan dalam kitab Furuhat Makkiyah, telah mencaci dan merendahkan para ulama ahlul hadits dengan perkataannya: kalian mengambil ilmu kalian dari orang-orang yang mati.

                     At Tijani
Beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Al-Mukhtar At-Tijani (1150 H – 1737 M) dari Bani Hujaimah Magrib.
Ia menyambungkan nasab dirinya kepada Nabi saw. sebagaimana biasanya orang-orang yang menetapkan asal-usul tarekat shufi.
Ia melanjutkan ajaran-ajaran pada pendahulunya yaitu imam terhadap widhatul wujud, bahwa semua agama itu benar, ia mengaku dapat melihat Nabi secara langsung dalam keadaan tidak tidur (bukan melalui mimpi) bahkan mengaku menerima ajaran langsung dari Nabi saw. kemudian mengaku bahwa pengikutnya pasti masuk surga apabila melihat Nabi.
Ia mengaku bahwa ia penutup para wali sejak Adam sampai akhir, dan tidak datang pada mereka (para wali) terbukanya tirai gaib dan ilmu ketuhanan, melainkan hanya melalui perantaraan dia seorang. Ia mengaku memiliki pertolongan besar sejak masih hidupnya sampai setelah matinya, dan akan menjadi orang yang pertama masuk surga beserta para shahabatnya dan para pengikutnya, dan sesungguhnya Allah telah memberikan kewenangan syafa'at kepadanya, untuk manusia yang hidup pada kurun waktunya.
Dan ia pun mengganti syariat-syariat shalat, shaum, zakat, haji dan jihad fisabilillah cukup hanya dengan  amal meminta tolong kepada guru shufi dan berdo'a kepada mereka selain kepada Allah swt.

Penulis merasa perlu menunjukkan salah satu contoh ajaran yang sesat dan menyesatkan diakuinya menerima langsung dari Nabi dalam keadaan terbangun. Inilah salah satu shalatul fatih alal quranul karim.
Shalat fatih adalah salah satu nama wirid (bacaan) yang kalau dibaca satu kata keutamaannya melebihi enam puluh ribu kali membaca Al Qur`an. Dan inilah wiridnya
Menurut penulis sampai disini tentang tasawuf itu kiranya sudah dapat diketahui dan selanjutnya urusan yang ghaib adalah hal yang wajib diimani, karena Allah swt. telah mengutus Rasul-Nya untuk menyampaikan hal itu. Yang diutus menjadi Rasul itu adalah manusia biasa seperti kita juga, ia tidak mengetahui urusan ghaib kecuali karena wahyu yang diterimanya. Adapun usaha-usaha manusia untuk sampai kepada yang ghaib, syirik, khurafat, tahayul dan bidah dalam aqidah, ibadah dan akhlaq.

عَالِمُالْغَيْبِفَلاَيُظْهِرُعَلَىغَيْبِهِأَحَدًا(26)إِلاَمَنِارْتَضَىمِنْرَسُولٍفَإِنَّهُيَسْلُكُمِنْبَيْنِيَدَيْهِوَمِنْخَلْفِهِرَصَدًا(27)
 “Allah maha mengetahui perkara yang ghaib dan dia tidak menerangkan rahasia-Nya ini kepada siapa pun. Kecuali kepada utusan-Nya yang diridhoinya. Maka sesungguhnya Allah mengadukan di hadapan dan di belakang urusan itu, pengawal-pengawalnya.” (QS. Al-Jin : 26 – 27)
Sungguh banyak sekali ayat-ayat dan hadits-hadits yang menegaskan kedudukan Rasulullah saw. sebagai penunjuk jalan yang benar yang menuju kecintaan dan keridlaan Allah tanpa harus SATOHAMA versi shufi. Penulis merasa cukup untuk menunjukkan salah satunya saja dari beberapa hadits.
قُلْإِنْكُنْتُمْتُحِبُّونَاللَّهَفَاتَّبِعُونِييُحْبِبْكُمُاللَّهُوَيَغْفِرْلَكُمْذُنُوبَكُمْوَاللَّهُغَفُورٌرَحِيمٌ(31)
 “Katakanlah jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku pasti Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa kamu, dan adalah Allah maha pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran : 31)



“ Sesungguhnya sebaik-baik kata-kata adalah ktiab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk urusan adalah ibadah yang diada-adakan. Maka setiap yang muhdatsah itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” (H.R. Muslim dan Abu Daud menambahkan; …setiap kesesatan di neraka)
Di dalam hadits lain riwayat Muslim Rasulullah bersabda:
 “Barang siapa yang beramal suatu amal yang bukan urusan kami maka itu tertolak.”
At Tabrany meriwayatkan sebuah hadits yang semakna:
“Tidak ada satu umatpun yang membuat satu bid’ah pada agamanya setelah Nabinya pastilah ia menghilangkan sunnah yang sebandingnya.”


















BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Kata tasauf/tasawwuf, shufi tidak jelas bahasa apa dan darimana asalnya.Tasauf bukanlah bagian dari integral dari Islam.Perkara-perkara ghaib hanya diberitahukan kepada Rasul Allah melalui wahyu.
Aqidah, ibadah, akhlak, zuhud dan wara telah diajarkan oleh Rasulullah dan telah beliau amalkan bersama dengan para shahabatnya.
Nabi tidak menghindari keindahan, kenyamanan, kenikmatan bahkan sebaliknya. Tetapi adat berlebihan dan melebihi batas, dan beliau memerintah sodaqoh, bahkan beliau pernah berqurban dengan seratus ekor unta.

      














DAFTAR PUSTAKA
                Files.islam-download.net/.../id
                El-Muhammady,Muhammad ‘Utman.Pemurnian tawawuf oleh imam ghazali.
                www.muslimphilosophy.com/gz/default.htm   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar