MAKALAH
AGAMA 2 (FIQIH)
PUASA
DAN PERMASALAHANNYA
Disusun
oleh :
KELOMPOK
5 :
1.
BISMA OKMARIZAL / 11251102057
2.
FIKRI UTRI AMRI / 11251101993
TEKNIK
INFORMATIKA
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini.
Alhamdulillah, makalah ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya yang
diberi judul “Puasa Dan Permasalahannya.”
Makalah
ini berisikan tentang informasi mengenai puasa serta permasalahannya. Kami berharap makalah ini bisa
menjadi sumber referensi bagi para pembaca terkait hal “Puasa dan Permasalaannya.”
Kritik dan saran selalu kami terima untuk berbagai
perbaikan demi makalah-makalah yang lebih baik dan agar makalah ini tidak
menyampaikan yang salah. Kami mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangannya.
Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala perbuatan yang kita lakukan. Amin.
Pekanbaru,
25 Februari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................
2
DAFTAR ISI
................................................................................................................................................
3
BAB I : PENDAHULUAN
.......................................................................................................................
4
I.I LATAR
BELAKANG………..................................................................................................................
4
BAB II : PEMBAHASAN
..........................................................................................................................
5
II.I PENGERTIAN PUASA ..................................................................................................................
5
II.II MACAM MACAM PUASA ………………………..………………. .........................................
10
II.III HIKMAH – HIKMAH PUASA…………………………………..
.............................................. 16
BAB III : PENUTUP …………………..........................................................................................
18
III.I
KESIMPULAN……………................................................................................................................
18
III.II SARAN……..……………................................................................................................................
18
DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar
Belakang
Pembahasan puasa sangat penting untuk dimunculkan. Mengingat banyaknya problematika atau permasalahan yang sering terjadi dikalangan masyarakat. Pertama dikalangan sosial yang mempunyai cita-cita modern. Karena itu kita sebagai generasi muda islam dituntut untuk memahami suatu hukum dengan cara hati-hati karena dewasa ini kita telah tahu non muslim telah menggunakan hal tersebut menjadi senjata ampuh untuk menyesatkan syariat Islam dan mengotori kesucian Al-Qur’an.
Mereka melancarkan tuduhan, pelecehan dan sebagainya terhadap syariat islam. Sehingga kaum muslim terkecoh terhadap celaan-celaan terhadap syariat islam mengakibatkan banyak yang mengingkari adanya puasa dan membantah terhadap suatu kebenaran.
Oleh karena itu, pandang kami perlu untuk menyusun sebuah makalah yang membahasa tentang puasa serta permasalahannya dan manfaat-manfaat atau hikmah-hikmah bagi orang muslim. Ibadah puasa banyak mengandung aspek sosial, karena lewat ibadah ini kaum muslimin ikut merasakan penderitaan orang lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pangannya seperti yang lain. Ibadah puasa juga menunjukkan bahwa orang-orang beriman sangat patuh kepada Allah SWT. karena mereka mampu menahan makan atau minum dan hal-hal yang membatalkan puasa.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I PENGERTIAN PUASA
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi tentang puasa, terlebih dahulu kita akan mempelajari pengertian puasa itu baik itu menurut bahasa maupun menurut istilah.
Secara
etimologi (bahasa), makna puasa adalah menahan. Saumu menurut bahasa Arab menahan dari segala sesuatu seperti
menahan tidur, menahan berbicara yang tidak bermanfaat, menahan makan dan
sebagainya. Dalam bahasa arab, orang
yangdiam disebut dengan sha'im "orang yang berpuasa". Karena ia
menahan diri dari pembicaraaan,seperti dalam firman Allah SWT. tentang Maryam :
Jika
kamu melihat seorang manusia, katakanlah, "Sesungguhnya saya telah
bernazar puasa untuk Allah yang Maha Pemurah, maka saya tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini. “(Maryam:26)
Menurut
istilah agama islampuasa yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkan ,
satu hari lamanya, mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat
dan beberapa syarat.”
Firman
Allah Swt. :
“ Dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar
”
(Al-Baqarah
: 187)
Syarat wajib
puasa :
1. Berakal.
Orang yang gila tidak diwajibkan berpuasa.
2. Balig
(umur 15 tahun ke atas) atau adatanda yang lain. Anak-anak tidak wajib puasa.
3. Kuat
berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tau atau sakit, maka
tidak wajib berpuasa.
Firman Allah Swt. :
“Barang siapa sakit atau sedang
dalam perjalanan (lalu ia berbuka. Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu,”(Al-Baqarah: 185)
“Dan wajib bagi orang-orang yang
berat mengerjakannya jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
member makan seorang miskin,” (Al-Baqarah: 184)
Syarat
sah puasa :
1. Islam.
Orang yang bukan Islan tidak sah berpuasa.
2. Mumayiz
(dapat membedakan yang baik dngan yang tidak baik).
3. Suci
dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan).
Orang yang haid ataupun nifas itu
tidak sah berpuasa , tetapi keduanya wajib mengqada (membayar) puasa yang
tertinggalitu secukupnya.
4. Dalam
waktu yang diperbolekan puasa padanya. Dilarang berpuasa pada dua hari raya dan
hari Tasyriq (tanggal 11-12-13 bulan haji).
Fardu (rukun) puasa :
1. Niat
pada malamnya, setiap malam selama bulan Ramadhan.
Yang dimaksud dengan malam puasa
adalah malam yang sebelumnya. Kecuali puasa sunat, boleh berniat pada siang
hari, asal sebelum zawal (matahari condong ke barat).
2. Menahan
diri dari yang segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari.
Yang membatalkan puasa :
1. Makan dan minum dengan sengaja
Bagi orang yang makan dan minum dengan sengaja wajib mengqodhonya menurut semua ulama mazhab. Namun apabila ia lupa kalau ia sedang berpuasa maka, puasanya tidak batal, dan tidak perlu diqadha.
2. Bersetubuh pada siang hari dengan sengaja
Sepasang
suami isteri bersetubuh pada siang hari pada saat puasa akan batal puasanya dan
wajib mengqadha dan membayar fidiyah. Allah menghalalkan suami istri bersetubuh
pada malam hari, firman Allah SWT. surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu (QS. Al-Baqarah:187)
Artinya : “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu (QS. Al-Baqarah:187)
3. Mengeluarkan
mani dengan sengaja
Mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut Imam Hambali, keluar madzi pun dapat membatalkan puasa.
Mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut Imam Hambali, keluar madzi pun dapat membatalkan puasa.
4. Muntah dengan sengaja
Menurut
pendapat Immamiyah, Syafi’i dan Maliki sepakat bahwa muntah membatalkan puasa
dan wajib diqadha. Menurut Hanafi orang muntah tidak batal puasanya kecuali
kalau muntahnya memenuhi mulut. Sedangkan menurut faham Hambali, ada yang
sepakat bahwa muntah dengan terpaksa tidak batal puasa. dan sebagainya.
5. Berbekam
Menurut hambali berbekam merupakan pembatal puasa. Mereka berpendapat bahwa yang berbekam dan yang dibekam puasanya sama-sama batal.
6. Disuntik dengan benda cair
Menurut
ulama mazhab secara sepakat disuntik dengan benda cair dapat membatalkan puasa.
Bagi yang disuntik, wajib mengqadha’. Namun menurut pendapat Imamiyah menambah
dengan membayar kifarah, kalau yang tidak disuntik tidak betul-betul dalam
keadaan kritis.
7.Bercelak
Bercelak juga dapat membatalkan puasa, begitulah menurut pendapat Maliki khusunya, dengan syarat dia bercelak pada waktu siang, dan dia merasakan rasa celak sampai kerongkongan.
8. Orang yang menyelamkan kepalanya dengan air bersama badannya atau tidak dengan badannya.
Hal ini menurut pendapat mayoritas Imamiyah. Dan yang melakukannya wajib mengqadha’-nya dan membayar kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama lain hal ini tidak membatalkan puasa.
9. Orang yang sengaja melamakan dirinya berada dalam junub pada bulan Ramadhan sampai terbitnyafajar.
Hal ini menurut pendapat Imamiyah, dan yang melakukannya wajib mengqadha’-nya dan membayar kifarah. Tetapi menurut pendapat ulama lain hal ini tidak membatalkan puasa.
Puasa merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun islam. Orang yang mengingkari puasa berarti ia keluar dari islam, karena puasa seperti sholat, yaitu ditetapkan dengan keharusan.
Firman Allah
SWT. dalam surat al-Baqarah ayat 183:
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183)
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa puasa bukan hanya diwajibkan kepada kaum muslimin saja, akan tetapi puasa merupakan syariat Allah SWT. yang telah dikenal semua agama yang berketuhanan, dengan cara yang bermacam-macam menurut agama yang mereka anut. Dengan demikian bahwa Allah SWT telah mewajibkan pada kita untuk berpuasa sebagai kewajiban yang menyeluruh diantara pemeluk-pemeluk agama yang lain diantara ummat manusia sejak masa lampau.
Sunat puasa :
1. Menyegerakan
berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah terbenam.
2. Berbuka
dengan kurma, sesuatu yang manis,atau dengan air.
3. Berdoa
sewaktu berbuka puasa.
4. Makan
sahur Sesudah tengah malam, sdengan maksud supaya menambah kekuatan ketika
berpuasa.
5. Menta-khirkan
makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.
6. Memberi
makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa.
7. Hendaklah
memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.
8. Memperbanyak
membaca Al-Quran dan mempelajarinya karena mengikuti perbuata Rasulullah Saw.
Boleh berbuka
Orang-orang
yang diperbolehkan berbuka pada bulan Ramadhan adalah sebagai berikut :
1. Orang
yang sakit apabila tidak kuasa berpuasa, atau apabila berpuasa maka sakitnya
akan bertambah parah atau melambatkan sembuhnya menurut keterangan yang ahli
dalam hal itu. Maka orang itu boleh berbuka, dan ia wajib mengqada apbila sudah
sembuh, sedangkan waktunya adalah sehabis bulan puasa nanti.
2. Orang
yang dalam perjalanan jauh (80-640 km) boleh berbuka, tetapi iawajib mengqada
puasa yang ditinggalkannya itu.
3. Orang
tua yang sudah lemah, dan tidak kuat lagi karena tuanya, atau karena lemah
fisiknya, bukan karena tua. Maka diperbolehkan berbuka, dan ia wajib membayar
fidyah (bersedeka) tiap hari ¾ liter beras atau yang sama dengan itu kepada
fakir dan miskin.
4. Orang
hamildan orang yang menyusui anak. Kedua perempuan tersebut, kalau takut akan
menjadi mudarat kepada dirinya sendiri atau beserta anaknya, boleh berbuka, dan
mereka wajib mengqada sebagaimana orang sakit.
Menta-khirkan
qada
Batas
waktu untuk mengqada puasa adalah sampai datang bulan puasa berikutnya bagi
orang yang mungkin mengqadanya. Tetapi apabila tidak dilakukannya, maka ia
wajib mengqada dan membayar fidyah. Pendapat tersebut berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh Daruqutni, dari Abu Hurairah; tetapi Daruqutni mengatakan
bahwa hadis tersebut lemah, sebenarnya anya perkataan Abu Hurairah saja. Kata
pemuka Islam Syaukani, membayar fidyah itu tidak beralasan satu hadispun dari
Rasulullah Saw., dan perkataan sahabat tidak dapat menjadi alasan. Jadi, sebenarnya
hal itu tidak wajib dilakukan karena tidak ada keterangan yang mewajibkanmya.
Orang
yang meninggalkan puasa Ramadhan karena uzur diwajibkan segera mengqadakan
puasanya itu pada hari permulaan kesempatanyang didapatkan setelah hari raya.
Sebagian para ulama tidak berpendapat, tidak wajib mengqada dengan segera,
tetapi sepanjang tahun;itu adalah waktunya untuk mengqada. Ia boleh memilih
sembarang hari dalam tahun itu untuk mengqadanya.
Perbedaan paham tersebut timbul dari
cara mereka memahami firman Allah Swt. Berikut:
“Barang
siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.”(Al-Baqarah:
185)
Pendapat
pertama mengartikan bahwa orang diberi kelonggaran berbuka itu adalah karena
uzur. Maka apabila hilang uzurnya, dan waktu sudah ada, ia wajib segera
mengqada puasa yang ditinggalkannya itu.
Pendapat
kedua mengartikan bahwa ayat tersebut hanya menyuruh mengqada, tidak ditentukan
pada hari mana ia wajib menggqada itu. Maka ia dapat memilih hari yang
dikehendakinya atara bulan Ramadhan itu denganRamadhan yang akan datang.
Junub sampai pagi hari puasa
Ada
orang Islam yang menyangka bahwa junub sampai pagi dalam bulan Ramadan dapat
membatalkan puasa. Persangkaan yang demikian tidak beralasan. Sebenarnya hal
tersebut tidak mengurangi puasa, baik junub karena bersetubuh ataupun sebab
lain; sebaiknya dia segera mandi sebelum terbit fajar karena dikhawatirkan
terjadi hal yang membatalkan, misalkan kemasukan air ketika mandi.
II.II
MACAM-MACAM PUASA
II.II.I Puasa wajib
Puasa ini dikerjakan bagi orang-orang dewasa, berakal sehat dan mampu melaksanakan puasa. Adapun macam-macam puasa wajib adalah sebagai berikut:
1. Puasa di bulan Ramadhan
Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar himgga terbenam matahari.
Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa ini hukumnya wajib, yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan mendapat dosa.
Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang berfikir adalah merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas kepada Allah SWT. Harus kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-gerik manusia dan hati mereka .Dalam pelaksanaannya, khusus puasa Ramadhan, kita akan menjumpai beberapa masalah yang penting dipecahkan antara lain:
A. Cara penempatan waktu.
Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu: hisab dan rukyat. Kemajuan teknologi belakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses hisab dan rukiyah tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi semacam planetrium atau teleskop atau secara khusus ilmu falaq yang berkembang di dunia Islam, semuanya mendukung vadilitas penetapan waktu puasa.
Rukyat adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan dengan cara melihat dengan panca indera mata timbulnya atau munculnya bulan sabit. Dan apabila udara mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat dengan mata maka hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi 30 hari. Di Indonesia pelaksanaan rukyat untuk penetapan puasa Ramadhan telah dikoordinasikan oleh Departemen Agama RI.
Hisab
: adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dengan cara
menggunakan perhitungan secara atsronomi, sehingga dapat ditentukan secara
eksak letak bulan. Seperti cara rukyat yang telah dikoordinasikan oleh
pemerintah, maka cara hisab pun sama. Di Indonesia penetapan awal dan akhir
bulan Ramadhan ini dengan cara yang manapun memang telah diambil kewenangan
koordinatifnya oleh pemerintah.
Adapun lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PERSIS, Jami’at al-Khair dan sebagainya berfungsi sebagai pemberi masukan hasil rukyat dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan awal dan akhir Ramadhan oleh pemerintah.
Adapun lembaga-lembaga keagamaan seperti Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PERSIS, Jami’at al-Khair dan sebagainya berfungsi sebagai pemberi masukan hasil rukyat dan hisabnya dalam rangka pengambilan ketetapan awal dan akhir Ramadhan oleh pemerintah.
Firman Allah SWT dalam surat Yunus ayat 5:
Artinya:“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Yunus :5)
Sabda Nabi Muhammad SAW .
Artinya:“Dari Abu Umar ra: bahwasanya Rasulullah SAW, menceritakan bulan Ramadhan lalu memukul kedua tangannya lalu bersabda: “Bulan adalah itu sekian dari sekian bulan,kemudian beliau melengkungkan ibu jarinya pada perkataan yang ketiga kali (termasuk menunjukkan bahwa bulan itu jumlahnya terdiri dari 29 hari), maka berpuasalah kamu karena melihat bulan. Jika kamu sekalian tidak dapat memelihatnya karena tertutup awan / mendukung, maka pastikanlah bilangan itu menjadi 30 hari.(HR. Muslim)
B.
Berpuasa di daerah kutub
Daerah kutub sebagai daerah yang nampak berberad dengan daerah lainnya sebahagian besar bumi lainnya, ini membutuhkan konsep hukum dan aturan-aturan keagamaan yang berbeda. Menurut Syekh Muhammad Syaltut dalam bukunya yang berjuduk “Al-Fatawa” (fatwa-fatwa) disebutkan bahwa hanya ada dua alternatif hukum bagi penduduk daerah kutub dalam melaksanakan ibadah shalat dan khusunya puasa yaitu :
1. Karena di daerah kutub tidak berlaku batasan-batasan waktu sebagaimana di belahan bumi normal, maka hukum yang berkenaan dengan ibadah sholat dan puasa dua ibadah yang pelaksanaannya sangat dibatasi oleh unsur keteraturan waktu tidak berlaku. Penduduk daerah kutub dibebaskan dari kewajiban shalat dan puasa.
2) Meskipun kondisinya demikian nilai hukum tetap berlaku di daerah kutub, sebab ajaran islam berlaku untuk segala kondisi dan tempat. Karena itu ketentuan dipakai untuk daerah kutub adalah mengambil persamaan dengan daerah yang lainnya yang paling dekat.
2. Puasa Nazar
Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat .Misalnya bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa nazar tersebut apabila ia berhasil.
Ibnu Majjah meriwayatkan, bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Muhammad SAW.
Artinya:“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Ia mempunyai nazar berpuasa sebelum dapat memenuhinya. Rasulullah SAW menjawab: “Walinya berpuasa untuk mewakilkannya”.
3. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan suami isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda (kifaratnya) berpuasa dua bulan berturut-turut .
II.II.II Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:
1. Puasa enam hari pada bulan syawal
Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak mesti berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena puasa enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya. Akan tetapi diharamkan pada tanggal 1 syawal karena ada hari raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits dikatakan yang artinya:
Rasulullah
saw bersabda: "Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian
diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka sama dengan telah
berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim).
2. Puasa Arafah (tanggal 9 bulan haji)
Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji,di sunnatkan untuk melaksanakan puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji, sebaiknya tidak berpuasa. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab:
"Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan
yang akan datang.: (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah SAW melarang untuk berpuasa hari raya arafah di Arafah. (Riwayat Imam Lima selain Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Hadits munkar menurut Al-'Uqaily.)
3. Puasa pada
bulan Sya’ban.
Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada bulan Sya'ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut kecuali sedikit sekali . Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya: Siti Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa, sehingga kami berkata: "Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami berkata: "Sehingga ia tidak berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak pernah melihat beliau melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Puasa
As-Syura’ (tanggal 10 Maharram).
Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Hadist Rasulullah Saw yang berbunyi: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa Asyura itu (puasa tanggal sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun dosa yang telah lalu" (HR. Muslim). Demikian juga sunnah hukumnya melakukan puasa pada tanggal sembilan Muharram. Hadist Rasulullah: Ibn Abbas berkata: "Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura', dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nashrani". Rasulullah saw menjawab: "Jika tahun depan, insya Allah saya masih ada umur, kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan Muharramnya". Ibn Abbas berkata: "Belum juga sampai ke tahun berikutnya, Rasulullah saw keburu meninggal terlebih dahulu" (HR. Muslim).
5.
Puasa hari Senin dan hari Kamis
Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada hari senin dan kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap hari senin dan hari kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim kecuali mereka mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan. (H.R.Ahmad)
6. Puasa
tengah bulan (tanggal 13, 14, dan 15) dari tiap-tiap bulan Qamariyah (tahun
Hijriah).
II.II.III Puasa Haram
1. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah
Artinya: "Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim). Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu .(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
2. Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah
Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya:
Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata: "Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)" (HR. Bukhari).
3. Puasa pada
hari yang diragukan (hari syak/hari ragu).
Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya haram. Hal ini sebagaimana
disabdakan oleh
Rasulullah saw:
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).
II.II.IV Puasa Makruh
1. Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya, kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at.
Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja yang Artinya:
Rasulullah
saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at,
kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).
2. Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang Artinya:
Umar bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimana
dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?" Rasulullah saw menjawab:
"Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka" (HR. Muslim).
3. Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya, misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya, namun dimakruhkan untuk ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut yang Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?" Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari Muslim).
II.III
HIKMAH-HIKMAH PUASA
1. Bertakwa
dan menghambakan diri kepada Allah SWT, takwa adalah meninggalkan keharaman,
istilah itu secara mutlak mengandung makna mengerjakan perintah, meninggalkan
larangan , Firman Allah SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183)
2. Puasa
menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya rasa lapar, haus maupun
tidak dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan
suatu kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya lalu bisa
merasakan keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka yang
berkepentingan dalam hidup ini.
- Puasa mampu menghancurkan tajamnya syahwat dan mengendalikan nafsu,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Wahai para pemuda, barangsiapa yang
mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya nikah itu bisa menahan
pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu,
hendaklah berpuasa, karena puasa sesungguhnya dapat mengendalikan syahwat.
4. Puasa
dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Puasa
membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan menggunakan
zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang mengalami perbaikan
adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b. Menyehatkan
sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem pencernaan akan istirahat
selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih kurang satu bulan. Jangka
waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung untuk memroses makanan yang
bertumpuk dan berlebihan.Puasa mengurangi berat badan berlebih. Puasa dapat
menghilangkan lemak dan kegemukan, secara ilmiah diketahui bahwa lapar tidak
disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga disebabkan oleh penurunan kadar
gula
dalam darah.
c. Melindungi
tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun saat seseorang
berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas untuk istirahat. SepertiAnda
ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon insulin. Seperti anda
ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon insulin.
5.
Puasa membiasakan
keteraturan hidup, yaitu orang yang berpuasa akan berbuka pada waktu yang sama,
dan tidak ada yang lebih dulu karena kehormatan, harta, atau jabatan.
- Puasa membentuk manusia baru, Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa
berpuasa dengan niat mencari pahala dari Allah SWT, maka ia keluar dari
bulan Ramadhan sebagaimana bayi yang baru lahir.
- Puasa dapat membersihkan jiwa, karena puasa hakikatnya memutus
dominasi syahwat. Syahwat bisa kuat dengan makan dan minum, dan setan
selalu datang melalui pintu-pintu syahwat. Dengan berpuasa, syahwat dapat
dipersempit geraknya.
- Adanya persamaan antara yang miskin dan kaya, antara penguasa dan
biasa, tidak ada perbedaan dalam melaksanakan kewajiban agama.
BAB III
PENUTUP
III.I
Kesimpulan
Berpuasa merupakan ibadah yang sangat
baik bagi manusia. Dengan berpuasa dapat melatih kita dari berbagai macam
godaan hawa nafsu yang setiap hari menggoda setiap manusia. Tidak salah jika
ibadah puasa merupakan salah satu dari rukun islam. Oleh karena itu adanya
fiqih tentang puasa bertujuan agar kita dapat mempelajari tentang hukum-hukum
islam berkaitan dengan puasa. Puasa sangatlah penting untuk dipelajari agar
setiap ibadah puasa kita mendapat pahala dan mendapat sasaran yang diinginkan
yaitu meningkatkan kualitas iman serta taqwa berdasarkan Al-quran dan sunnah.
III.II
Saran
Dan mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Selaku pemakalah meminta maaf jika terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah, mohon dimaklumkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahreisy Husein, “Pedoman Fiqih Islam”, Al-Ikhlas, Surabaya, 1981
Hasan Halim Abdul, “Tafsir Ahkam”, Kencana Prendala Media Grup, Jakarta, 2006
Mughniyah Jawad Muhammad, “Fiqih Lima Mazhab”, Lentera, Jakarta, 2004
Rasyid Sulaiman, H. “Fiqh Islam”, At-Tahirijah, Jakarta
Sabiq Sayyid, “Fiqh Sunnah 12”, Penerbit Pustaka, Bandung, 1988
Suparta, DR. H, “Fiqh Madrasah Aliyah X”, CV. Toha Putra, Semarang, 2004
Syarabasyi Ahmad, Bahreisj Husein, “Himpunan Fatwa”, Al-Ikhlas, Surabaya, 1987
TIM MPGMP – PAI. “Pendidikan Agama Islam”, Telaga Mekar, Medan, 2004
Aep Saepulloh Darusmanwiati,”Fiqhus Shiyam” Menuju Kesempurnaan Ibadah Puasa”, diaskes dari http//indonesianschool.org
Al-Hafidz Ibnu Hajjar Ashqolani Al-Hafidz Ibnu Hajjar “Kitab Hadist Bulughul Maram, ”, diaskes dari http://opi.110.mb.com/
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, “Fiqh Manjha Rasul” diaskes dari http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1623%bagian=0
http://www.abyfarhan.com/2011/12/macam-macam-puasa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar