Gudang Makalah Kuliah
Sabtu, 04 Mei 2013
Janji dan ancaman Allah
BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Masalah
Janji dan ancaman Allah telah di sebutkan didalam Al-Quran untuk semua manusia. Bahwa Allah akan memberikan azab kepada siapa saja hambanya yang melanggar segala perintah-Nya atau kepada hamba-Nya yang berbuat dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil dan akan dimasukkan kedalam neraka. Begitu juga dengan orang yang berbuat baik atau menjalankan segala perintah yang diberikan Allah akan mendapat balasan berupa surga yang didalamnya penuh dengan kenikamatan – kenikmatan yang luar biasa yang tidak ada bandingannya di dunia ini.
Namun dalam hal janji dan ancaman Allah ini, terdapat beberapa pendapat yang berbeda – beda terutama bagi kaum mu’tazilah, kaum Asy’ariah dan kaum maturidiah.maka dari itu, Dalam bab ini akan di jelaskan mengenai perbedaan – perbedaan pendapat tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Janji dan Ancaman Allah
Dalam perbuatan – perbuatan Tuhan termasuk perbuatan menepati janji dan menjalankan ancaman (
al-wa’d wa al – wa’id).
Sebagaimana diketahui, janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan kaum mu’tazilah. Hal ini erat hubungannya dengan dasar kedua, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil, jika ia tidak menepati janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, dan jika tidak menjalankan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Juga, menurut ‘Abd al-jabbar, hal ini akan membuat Tuhan mempunyai sifat berdusta. Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman, bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu menepati janji dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan.
Bagi kaum Asy’ariah paham ini tidak dapat berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dan tidak adanya kewajiban – kewajiban bagi tuhan. Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang disebut dalam Al-Qur’an dan Al – Hadis.
Tetapi disini timbul persoalan bagi kaum Asy’ariah, karena dalam Al – Qur’an dengan tegas dikatakan bahwa siapa yang berbuat jahat akan dimasukkan kedalam neraka. Untuk mengatasi ini, kata – kata Arab
man, allazna
dan sebagainya yang menggambarkan arti siapa, oleh al – asy’ariah sendiri diberi interpretasi “bukan semua orang, tetapi sebagian” dengan demikian kata “siapa” dalam ayat “Barang siapa menelan harta yatim piatu dengan cara tidak adil, maka sebenernya ia menelan api masuk kedalam perutnya” mengandung arti bukan seluruh tetapi sebagian orang yang yang berbuat demikian. Dengan kata lain yang di ancam akan mendapat hukuman bukanlah semua orang tetapi sebagian orang yang menelan harta yatim piatu. Yang sebagian akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Dengan interpretasi demikianlah al-Asy’ariah mengatasi persoalan wajibnya Tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.
Kaum Maturidiah golongan Bukhara dalam hal ini tidak seluruhnya sepaham dengan kaum Asy’ariah. Dalam pendapat mereka, seperti dijelaskan oleh al-Bazdawi, tidak mungkin Tuhan Melanggar janji-Nya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin Tuhan membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuata jahat. Oleh karena itu, nasib orang yang berdosa besar ditentukan oleh kehendak mutlak Tuhan. Jika Tuhan berkehendak untuk memberi ampun kepada orang yang berdosa, Tuhan akan memasukkannya bukan kedalam neraka buat sementara atau buat selama – lamanya. Bukan tidak mungkin bahwa Tuhan memberi ampun kepada seseorang tetapi dalam pada itu tidak memberi ampun kepada orang lain sungguhpun dosanya sama.
Uraian Al-bazdawi diatas mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati janji untuk memberi upah kepada yang berbuata baik. Dengan demikian, Tuhan, dalam paham Al-bazdawi mempunyai kewajiban terhadap manusia. Pendapat ini berlawanan dengan pendapatnya yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Tuhan sekali – kali tidak mempunyai kewajiban apa – apa terhadap manusia. Dari sini dapat diketahui bahwa menurut paham al – Bazdawi kekuasaan dan kehendak Tuhan tidaklah betul – betul mutlak seperti yang di anut oleh kaum Asya’riah. Bagi kaum Asy’ariah Tuhan boleh saja melanggar janji – janji-Nya. Bagi Maturidiah golongan Bukhara, Tuhan tidak mungkin melanggara janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik.
Kontradiksi yang terdapat dalam pendapat al-bazdawi ini mungkin timbul dari keinginannya untuk mempertahankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tetapi dalam pada itu ingin pula mempertahankan keadilan Tuhan. Mengatakan bahwa Tuhan dapat memasukkan orang yang berbuat baik kedalam neraka adalah bertentangan sekali dengan rasa keadilan, tetapi mengatakan bahwa Tuhan memasukkan orang yang berbuat jahat kedalam surga, tidaklah bertentangan dengan rahmat Tuhan.
Golongan samarkhand dalam hal ini mempunyai pendapat yang sama dengan kaum Mu’tazilah.mereka berpendapat bahwa upah dan hukuman Tuhan tidak boleh tidak mesti terjadi kelak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut kaum mu’tazilah, tuhan akan bersifat tidak adil, jika ia tidak menepati janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, dan jika tidak menjalankan ancaman untuk memberikan hukuman kepada orang yang berbuat jahat. Sedangkan menurut kaum asy’ariah, tuhan tidak mempunyai kewajiban untuk menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut dalam al-qur’an dan hadist.da sedangkan menurut kaum maturidiah, tidak mungkin tuhan melanggar janjinya untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin tuhan membatalkan ancaman untuk memberikan hukuman kepada orang yang berbuat jahat.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,Harun. 2002. TEOLOGI ISLAM ALIRAN –ALIRAN SEJARAH ANALISA PERBANDINGAN. Universitas Indonesia : Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting Lebih Baru
Beranda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar